Selasa, 22 Maret 2022

Maret 22, 2022 - No comments

Pak Azra dan Stamina Menulis : Refleksi 67 Tahun Pak Azra





Menulis adalah Sebuah Keharusan

Dalam sebuah ungkapan yang terkenal, Seno Gumira Ajidarma, Cerpenis Kenamaan mengatakan, "Boleh bisa apapun termasuk menulis. Boleh tidak bisa apapun kecuali menulis." Menulis, tidak bisa tidak, merupakan bukti unjuk intelektualitas seseorang. Orang boleh pandai dan hebat setinggi langit, tapi selagi ia tidak menulis maka ia akan hilang ditelan sejarah, demikian yang disampaikan oleh Pramudya Ananta Toer dalam ungkapannya yang quotable tersebut.

Umat Islam, tidak bisa ditolak statemen ini, mampu unggul dalam peradaban dunia, salah satunya didorong oleh budaya tulis menulis yang sangat kuat. Para alim cendekia dahulu, mereka tidak hanya giat dalam beribadah menjalin tali hubungan dengan Allah yang sifatnya vertikal, namun juga kuat menjalin tali horizontal yang menghubungkan ia dengan kehidupan sosial bermasyarakat dengan cara menulis.

Azra dan Stamina Menulis

Berangkat dari ketakjuban saya atas tokoh bangsa Azyumardi Azra, dari segi kontribusinya untuk bangsa. Bermul sejak beberapa tahun lalu, saat saya berhasil menamatkan sebuah buku berjudul Dari Pesantren Untuk Dunia, yang salah satunya berisi autobiografi Azyumardi Azra, saya terus mengeksplorasi karya beliau yang lain. Tahun lalu (2021) tahun saya menuntaskan tesis magister di SPS UIN, tema penelitian saya mengharuskan saya mengeksplorasi tema tentang perkembangan Islam di Nusantara. Pucuk di cinta, ulam pun tiba, saya diingatkan dengan sebuah masterpiece karya beliau berjudul Jaringan Ulama, jadilah buku tersebut saya lahap dan saya eksplorasi dan dijadikan sebagai refrensi peneltiian saya. 

Hal ini terus berlanjut hingga akhirnya saya berkesempatan untuk mengikuti launching buku Karsa Untuk Bangsa (Refleksi 66 Tahun Azyumardi Azra) yang diadakan oleh penerbit buku Kompas dan Jaringan Islam Berkemajuan (JIB) Post. Dalam momentum yang berharga tersebut saya menyimak secara langsung sosok-sosok yang pernah bersinggungan langsung dengan kehidupan beliau, baik dalam dunia kampus atau birokrasi. Hampir semua statemennya mengatakan hal yang positif tentang ketokohan Azyumardi Azra. Bahkan, Burhanudin Muhtadi, penulis dan pengamat politik Indonesia, menjelaskan bahwa Azyumardi Azra tak ubahnya Raja Midas, sosok raja yang dikenal akan menjadikan emas setiap apa yang disentuhnya. Bukan main.

Buku yang dilaunching itu sendiri merupakan himpunan testimoni dari berbagai lapisan masyarakat yang pernah bersinggungan dengan Pak Azra. Tak lama setelah selesai acara, saya langsung membeli buku tersebut di Gramedia Bintaro dengan harga 149.000. Untuk detail acara Launching Buku Karsa Untuk Bangsa bisa ditonton di link INI

Azra Teladan Produktifitas Menulis

Alhamdulillah, pada pagi ini, 08.17 WIB hari Selasa tanggal 29 Maret 2022 saya tuntas merampungkan salah satu kewajiban harian saya, yakni membaca 30 halaman buku. Hari ini buku yang saya baca adalah buku Karsa Untuk Bangsa. Sejauh pembacaan saya hari ini, hati saya tetap mendaulat Buya Azra sebagai sosok yang sangat inspiratif dalam bidang tulis menulis. Karyanya yang begitu banyak serta kisah kedisiplinan dan ketekunan beliau dalam mewujudkan karyanya tersebut membuat saya terkesan dan takjub. 

Di antara berbagai irisan kisah yang saya dapati terkait proses kreatif beliau dalam bidang tulis menulis adalah kisah yang saya temukan dalam autobiografi beliau di buku Dari Pesantren Untuk Dunia, yang merupakan karya keroyokan berisi otobiografi orang-orang hebat HMI dan UIN yang telah mendunia. Di antaranya adalah kisah Buya Azra. Buya Azra menulis bahwa karir kepenulisannya merupakan hasil jerih payahnya yang tidak main-main. Dahulu, saat menulis disertasinya yang sangat fenomenal tersebut, Buya Azra berkisah bahwa ia menuntaskan karya yang seakan tidak ada ujungnya itu (demikian beliau membahasakan) dengan cara pembagian steiap hari menuntaskan 2 halaman. Itu ia lakukan dengan konsisten, jika ada satu hari yang beliau alpa untuk menuntaskannya, maka keesokan harinya ia akan meng-qodho'-nya. 

Kisah lain datang dari isterinya, Ibu Ipah, yang bercerita bahwa buya Azra setiap hari memulai aktivitas menulisnya pada jam 4 pagi. Berikut juga cerita dari kolega beliau Prof. Dr. Ida Bagus Gde Yudha Triguna yang merupakan Guru Besar Sosiologi Agama Universitas Hindu Indonesia Denpasar, Bali. 

Dalam satu kesempatan pada tahun 2011, saat beliau mendapatkan kesempatan untuk hadir pada acara Dialog Interfaith bersama Buya Azra dan rekan-rekan lainnya di Belgia. Dalam pertemuan yang berdurasi seminggu tersebut, Prof Ida Bagus menceritakan bahwa setiap beliau bangun pagi selalu mendapati Prof Azra sudah rapi duduk depan laptop untuk mencurahkan gagasannya. Dan di sela-sela itu, sebagai selingan aktivitas menulis, beliau keluar kamar dan mengajak prof Ida Bagus untuk berdiskusi hal-hal berat, seperti menanyakan aktivitas Nyepi dan dampaknya untuk kehidupan sosial dan hal-hal spesifik lain tentang amaliyah Hindu. Pada akhirnya, saat presentasi, buya Azra berhasil mempresentasikan corak toleransi di Indonesia dengan sangat baik di hadapan peserta dialog, hal ini salah satunya akibat diskusi yang dilakukan oleh buya Azra terhadap prof Ida Bagus. 

Prof Azra adalah panutan ideal intelektual dan akademisi muda yang haus akan pengetahuan. Karya beliau benar-benar menambah serta memperkuat khazanah keilmuan Islam dan Keindonesiaan, esainya ialah lauk empuk dan minuman yang memberikan nutrisi dan gizi tambahan bagi siapapun yang lapar dan haus, komentar dan kritiknya ialah pengingat yang membuat masyarakat berpikir. (Muhammad Ahalla Tsauro, 207)

0 komentar:

Posting Komentar

Back to top