Rabu, 11 Agustus 2021

3 Tahap Penciptaan Manusia dan Bawha Takdir Telah Ditetapkan Sebelu Manusia Diciptakan (Syarah Hadis Arbain Nomor 04)

 


HADIS 4

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahu anhu bahwasanya beliau berkata : Rasulullah Saw, seorang yang palingbenar dan dibenarkan, berkata kepada kami :

“Sesungguhnya (verily) setiap dari kalian dikumpulkan ciptaannya di perut  ibunya dalam waktu 40 hari sebagai mani, kemudian menjadi gumpalan darah pada waktu yang sama, kemudian menjadi gumpalan daging dalam durasi yang sama, kemudian dikirim kepadanya Malaikat, dan meniupkan ruh kepadanya. Malaikat ini diperintahkan untuk untuk menulis empat ketetapan : tentang ketetapan rizkinya (provision), tentang ketetapan ajalanya (life span), tentang amal perbuatannya (deeds) dan tentang nasibnya nanti apakah ia termasuk orang yang celaka (wretched) atau ia termasuk orang yang Bahagia (blessed).

Saya bersumpah demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan amalan ahli surga, terus seperti itu sampai jarak antara dia dengan surga tinggal satu dziro (sepanjang lengan, arm length), akan tetapi ia didahului (outstrip) oleh yang tertulis di kitab takdir, kemudian ia melakukan amalan ahli neraka dan memasukinya. Dan sungguh ada Sebagian dari kalian yang melakukan amalan ahli neraka, terus demikian sampai jarak antara dirinya dengan neraka tinggal sejarak lengan, akan tetapi ia didahului oleh suratan takdir, kemudian ia melaksanakan amalan ahli surga dan kemudian ia memasukinya. (HR. Bukhari Muslim)

Latarbelakang

Hadis ini tidak hanya diriwayatkan dari al-Bukhari dan Muslim saja, melainkan dari segenap sahabat juga. Selain dari Abdullah bin Mas’ud, hadis ini juga diriwayatkan oleh sahabat lain.

Redaksi hadis yang disampaikan oleh Abdullah ibn Mas’ud ini berbeda dengan antara sahabat yang lain, hal ini juga kemudian menghasilkan keragaman makna terkait (regarding) proses penciptaan. Berikut beberapa perbedaan (conflict) yang dimaksud :

1.       Penambahan Kata Nuthfah

Redaksi ini tidak disebutkan dalam Bukhari dan tidak juga (neither) Muslim. Bagaimanapun, redaksi ini dicantumkan dalam narasi lain, termasuk dalam salah satu hadis yang dipilih oleh Imam al-Nawawi untuk menyediakan penafsiran dan penjelasan yang baik, akan tetapi, alih-alih demikian, penambahan inimemicu dua perselisihan pandangan terkait penciptaan manusia dalam tahapan-tahapan pembentukan janin :

Pandangan Pertama : Tiga tahapan pembentukan janun didesain (consist) setiap empat puluh hari, setara (equaling) dengan total 120 hari untuk melengkapi tahapan-tahapan (stages) tersebut. Ini berarti baru setelah 120 hari ruh ditiupkan ke janin, bersamaan dengan itu dicatat rizki, ajal, amalan dan takdirnya (destiny). Pandangan ini, yang menyertakan kata nuthfah, dipegang (held) oleh mayoritas sarjana.

Salah satu permasalahannya terkait dengan pandangan ini adalah mengenai tahapan-tahapan penciptaan janin yang disebutkan dalam hadis, bertentangan (contradict) dengan temuan sains hari ini

Persoalan berikutnya adalah mengenai (conecern) fatwa aborsi. Segenap sarjana mengatakan bahwa aborsi diperbolehkan (diperuntukkan bagi yang memiliki alas an yang kuat, seperti jika dengan hal tersebut kehidupan sang perempuan dalam bahaya) hanya sebelum ruh ditiupkan kepada janin, atau sebelum 120 hari, hal ini bertentangan/memiliki selisih (opposed) 40 hari dari yang dipandang oleh pendapat kedua

Pendapat Kedua :

Redaksi Nuthfah tidak termasuk (belong) sebagai bagian teks hadis. Perbedaan ini memicu perubahan/perbedaan makna hadis yang menginterpretasikan bahwa ada tiga tahap pembentukan janin tersebut terjadi pada 40 hari pertama kandungan. Pandangan ini cocok dengan temuan sains. Dan pandangan ini memahamkan bahwa ruh baru ditiupkan setelah 40 hari, bukan 120 hari. Akibatnya (consequently) fatwa tentang aborsi itu mengizinkan aborsi bisa dilaksanakan hanya setelah 40 hari kandungan.

2. Otentisitas Redaksi Terakhir Hadis

Beberapa sarjana mengatakan bahwa bagian terakhir hadis tersebut (dimulai dari Saya Bersumpah....) Bukan bagian yang diucapkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melainkan yang diucapkan oleh Abdullah bin Masud. Akan tetapi koma hadits ini sesuai dimana kita terbatas untuk memandang (perceive) sesuatu diluar nalar kemanusiaan, hal ini kemudian yang membuat redaksi terakhir hadis tersebut diterima dan dinilai sebagai hadis, hal ini memungkinkan adanya upaya Abdullah bin Masud yang menyimpulkan dari hadis lain guna menjelaskan hadis ini dengan lebih baik. 

Di sana terdapat Hadits-hadits lain yang dikumpulkan oleh Bukhari dan Muslim, dengan isu yang sama. Akan tetapi ada beberapa perbedaan antara teks hadis tersebut dengan hadis yang satu ini. Hadits-hadits tersebut menarasikan bahwa Nabi Muhammad mengatakan : bahwa setiap dari kalian mungkin menampakan amalan ahli surga, hanya untuk tampil baik dimata orang. 

Ini merupakan ciri orang munafik, di mana mereka melakukan amalan-amalan orang yang beriman. Mereka tampak, dalam pandangan kita, melakukan amalan amalan ahli surga tapi Allah tahu kebenarannya. Mereka akan berakhir dengan celaka, lantaran mereka orang-orang munafik sejatinya aktivitas mereka adalah mengingkari pesan Tuhan dalam hati terdalam mereka, hal ini sebagaimana disebutkan dalam Alquran bahwasanya mereka akan berakhir di neraka lantaran mereka tidak mengakui Allah dalam hati mereka. Penjelasan ini, yang menggunakan hadits Sebagai pertimbangan lain, penting memahami sebuah hadis. 

*Pelajaran*

Beberapa sarjana berkata : ketika ingin mengadakan riset atau suatu konsep atau isu yang disebutkan dalam sebuah hadis, kita harus tidak bergantung kepada satu Hadis saja melainkan Kita harus mencari hadis lain dengan tema yang sama dan dengan redaksi yang sama. Kita harus mengetahui bahwa beberapa periwayat kadang meriwayatkan hadits dengan makna, tidak sesuai 100% dengan yang disampaikan oleh Nabi. Hal ini karena sebagai manusia, beberapa perawi mungkin lupa secara tepat apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad, akan tetapi mereka memahami apa yang dikandung dalam hadis.

Maka kita perlu untuk membandingkan perbedaan teks hadis yang masih berada dalam satu tema untuk menghadirkan interpretasi yang lengkap dan pemahaman yang baik.

###

Beberapa orang yang mendengar hadits ini ini tanpa menelaah lebih lanjut mungkin akan merasa putus asa, khawatir dan takut tergolong sebagai kelompok yang buruk. 

Hadits ini juga akan memicu sebuah penentuan perasaan, Di mana mereka mungkin berpikir tidak penting apa yang akan kan kami lakukan jika toh ternyata takdir mereka sudah ditulis dan mengapa saya harus terganggu atau terusik untuk melakukan hal-hal yang baik? Ini merupakan kesimpulan yang salah yang dibangun atas persepsi yang salah. Allah itu adil. Kita harus percaya Allah. Apabila kita berlaku baik padanya dan mempercayainya maka ia akan berbuat baik kepada kita. Kita harus optimis dan tidak pesimistis. Kita mengikuti perintah perintah Allah dan melakukan upaya agar menjadi muslim yang baik dan tidak putus asa. 

Dalam suatu pertempuran seorang sahabat berkata kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, di mana dia berharap bahwa wa agar ada anak panah yang menembus lehernya, dari bagian depan sampai bagian belakang. Nabi Muhammad kemudian berkata, 'jika kamu jujur karena Allah maka Allah akan jujur kepadamu'. Kemudian sahabat tersebut terbunuh di jalan Allah sebagaimana yang diharapkan.

Ungkapan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam di atas terbilang umum dan bisa dilaksanakan dalam berbagai kondisi. Jika kita jujur kepada Allah, maka Allah tidak akan meninggalkan kita. Dia akan menolong kita dan akan memandu kita. Semakin kita dekat dengan Allah semakin Dia menolong dan dan mengarahkan kita. Maka, redaksi terakhir hadis tersebut ( hadis 4 Arbain) merupakan sebuah pengecualian dan hanya ditujukan kepada beberapa orang yang seperti kaum munafiqun.

###

Akan tetapi, dalam tafsiran lain (on the other hand), bukan maksudnya kita hanya hidup berdasarkan pada harapan (akan rahmat dan kebaikan Allah) saja. Beberapa sarjana mengatakan bahwa kita harus memadukan antara harapan dan takut, manakala kita beribadah kepada Allah. Kita harus memiliki harapan dan rasa takut kepada-Nya. Takut kepada Allah adalah hal yang positif. Semakin kita takut kepada Allah semakin kita mendekat kepada-Nya. Semakin kita takut kepada Allah semakin tenang dan damai diri kita. Ini tidak seperti rasa takut yang natural kepada makhluk, di mana jika kita takut sesuatu, seperti menermukan api atau binatang berbahaya, kita malah akan pergi menjauh darinya.

Sejumlah sarjana mengatakan bahwa kita harus memiliki kadar harapan dan takut kepada Allah dalam jumlah yang sama. Dengan demikian kita akan memiliki iman yang lebih baik - kita tidak akan putus asa (despair) dan di saat yang sama kita tidak memiliki harapan berlebih (excussive hope) dan percaya diri berlebih (over confidence) yang mana hal tersebut akan memicu kemalasan dan ketidakmaksimalan kita dalam menjalankan kewajiban. Ini alasan mengapa kita butuh memadukan rasa harapan dan takut, hal ini sebagai langkah kita mencintai Allah dan percaya pada-Nya.

Hadis di atas berkenaan dengan penciptaan Allah dan Qadar. Statament "Apa yang telah tertulis akan menyusul (overtake) nya" harus dipahami dengan sudut pandang positif dan tidak negatif. Allah, dengan Kemahatahuan-Nya, mengetahui apa yang akan terjadi, sebagaimana disebutkan (explained) dalam hadis sebelumnya.

Al-Qadar bisa dibagi menjadi :

1. Al-Qadar al-Kulli : Qadar secara keseluruhan yang sudah ditetapkan oleh Allah di Lauh al-Mahfuz

2. Al-Qadar al-Sanawi : Qadar tahunan yang dilaksanakan setahun sekali oleh Allah - Di mana hal tersebut merupakan hal yang sudah dicatat di Lauh al-Mahfuz

Apa yang ditulis di Lauh al-Mahfuz itu hanya diketahui oleh Allah Swt semata. Tidak diungkapkan (revealed) kepada kita - kita tidak tahu tentang takdir kita, bagaimana rizki kita, di mana kita akan mati, dan lain lain. Bagi kita hal tersebut tidak diketahui dan bersifat ghaib. Pengertian hadis ini menggunakan kata 'menyusul' (overtake), mungkin tidak akan menghasilkan pemhaman yang benar jika redaksinya adalah bahwa apa yang telah tertulis oleh Malaikat akan 'memaksa' kehidupan seseorang.

Kita secara sederhana tengah diajarkan tentang ilmu Allah dan Kemahatahuan-Nya. Apa yang telah tertulis bukan disebabkan karena apa yang kita lakukan. Ini bukan disebabkan sebab akibat atau pengaruh situasi kita, sebagaimana dipercaya sebagian muslim. Banyak muslim percaya bahwa segalanya sudah tertulis, karenya segala yang kita lakukakan itu tersebabkan dari apa yang tertulis. Yang benar adalah, kendati takdir sudah tertulis dan kita melakoni amal seharian kita (yang ternyata sesuai dengan suratan takdir tsb), hal tersebut bukan karena disebabkan apa yang sudah tertulis.

Ini, sejatinya, adalah kerja asosiasi (keterkaitan) atau kesesuaian. Apa yang kita lakukan, sejatinya, sesuai dengan apa yang disaksikan olmu Allah, karena Allah memiliki pengetahuan yang Maha. Dalam kata lain, apa yang kita lakukan itu sesuai dengan apa yang tertulis. Ini menunjukkan kemuliaan Allah Swt dan kebenaran ilmu-Nya. Maka kita harus memahami bahwa semua itu terjadi karena takdir telah 'memaksa' (imposed) kita. Sebaliknya, hal ini membatalkan semua konsep iman, konsep penciptaan dan semua yang berkaitan dengannya (related) (dari segala konsep-konsep yang keliru).

###

Kita bertanggung jawab atas apa yang kita pilih dan apa yang kita lakukan. Merujuk kepada bagian terakhir dari hadis di atas, dimana takdir seseorang bisa berubah pada akhir hayatnya tidak sebagaimana yang diharapkan, dari sana banyak kita ungkapkan beberapa contoh dari sejarah di mana seseorang yang masuk Islam pada menit terakhir hidupnya bahkan membela Islam mati-matian dalam pertempuran dan mati karenanya.

Banyak pula terdapat contoh pada hari ini di mana orang tidak melaksanakan kewajiban muslim dengan baik atau mereka melakukan dosa, Di mana mereka saat itu sudah udah mencapai tahap terakhir dari hidupnya yakni pada umur 50 atau 60, kemudian mereka bertaubat dan menjadi muslim yang baik. Kejadian serupa berlangsung dalam ribuan kasus setiap tahunnya. Orang-orang ini, jika dikehendaki oleh Allah, akan dimaafkan dan dimasukkan ke dalam surga. 

Dalam skenario yang lain, ada orang-orang yang melaksanakan ibadah yang terbaik dan ketika tiba pada akhir hidupnya melakukan dosa sehingga ia layak (deserve) untuk masuk ke dalam neraka (sebagaimana disebutkan dalam hadits), situasi ini ini mempengaruhi hanya sebagian kalangan terbatas aja, berbeda jika dibandingkan dengan yang pertama. Hal ini terjadi karena kepribadian mereka sendiri, seperti yang terjadi pada kasus kemunafikan.

###

Untuk memahami dengan benar konsep Qadar, kita butuh mengetahui lebih banyak tentang penciptaan manusia. Apa yang disebutkan dalam hadits sejatinya adalah sebuah keajaiban. Hal tersebut menjelaskan tentang tahapan penciptaan janin dalam diri manusia pada rentang waktu 14 abad sebelum sains dan teknologi mengkonfirmasi hal tersebut. (Penjelasan mengenai tahapan pembentukan janin ini juga bisa ditemukan di al-quran tapi tanpa menyebutkan periode masing-masing tahap). Dalam bahasa lain, scientist hanya bisa mengobservasi fenomena ini pada beberapa dekade terakhir di mana hal tersebut sudah disebutkan dalam Alquran berabad-abad lalu.

Dalam sebuah seminar mengenai penciptaan yang diselenggarakan di Eropa beberapa tahun lalu dan saat itu beberapa apa sarjana muslim diundang untuk hadir. Ketika para sarjana ini memberikan perspektif Islam mengenai tahapan pembentukan janin mereka menyampaikan apa yang disebutkan dalam Alquran dan hadis, beberapa dari yang hadir ketika itu memeluk Islam, mereka meyakini apa yang menjadi Wahyu ilahi tersebut

###

Kita juga perlu untuk mengetahui komponen yang terkandung dalam diri manusia, sehingga hal tersebut mampu membantu kita memahami qadar dengan sisi yang positif. Manusia, sejatinya, terdiri dari beberapa komponen di bawah ini :

1.       Akal – hal ini memperkenankan kita untuk memastikan kapasitas kita, membedakan antara yang baik dan buruk. Akal adalah bagian dari diri kita, bagian yang merupakan ciptaan Allah. Berdasarkan hal ini, seseorang dianggap sebagai mukallaf, bertanggungjawab untuk menerima dan memahami pesan yang disampaikan oleh utusan Allah, hal ini jika kita waras. Jika seseorang mengalami gangguan mental atau gila (insane), maka ia tidak dianggap sebagai mukallaf.

2.       Fitrah – Kita diciptakan oleh Allah dengan fitrah (natural disposition/innate), yang dengan hal tersebut kita mampu mencintai hal yang bagus dan benar serta membenci sesuatu yang jahat dan salah. Ia terdiri dari rasa cinta dan benci. Kendati kita dilahirkan dengan pemberian fitrah, hal ini berubah seiring dengan berubahnya situasi lingkungan kita, orangtua kita, pendidikan kita dan lain sebagainya. Karena itu, ada beberapa orang yang mungkin mencintai hal-hal buruk, hal tersebut karena rasa fitrah mereka telah terenggut (spoiled and corrupcted). Beberapa sarjana mengatakan bahwa fitrah (perasaan mencintai kebaikan dan membenci keburukan) tetap ada di dalam diri mereka, apabila kita berupaya untuk membangkitkan fitrah tersebut, orang tersebut akan kembali mencintai hal-hal baik serta membenci hal-hal buruk

3.       Komitmen yang kita buat pada waktu sebelum kita dilahirkan, yakni agar kita senantiasa beribadah kepada Allah Swt. Hal ini sejalan dengan kehendak fitrah, hal ini menyebabkan kita memiliki intuiisi natural untuk mencintai hal-hal baik serta membenci hal-hal buruk

4.       Kehendak dan kekuatan: Allah menganugerahkan kepada kita dengan kehendak dan kekuatan. Sebuah perilaku tidak akan bisa terwujud jika tanpa dibarengi dengan kehendak dan kekuatan-Kita melakukan sesuatu hanya jika kita berkehendak dan memiliki kemampuan untuk mewujudkan hal tersebut. Akan tetapi kehendak dan kekuatan ini bersifat netral dan bisa dimanpulasi dan digunakan baik untuk kebaikan atau hal keburukan.

5.       Kita juga diciptakan oleh Allah lengkap dengan syahwat dan eksistensi syahwat yang ada di dalam diri kita tersebut mampu memanipulasi kehendak dan kemampuan kita untuk melakukan kebaikan atau keburukan.

Syahwat adalah bagian dari diri kita yang dikenal sebagai bagaian dalam diri kita yang bergejolak (internal challenges) – Sesuatu yang bisa mempengaruhi kehendak dan kemampuan kita. Bagian dalam diri kita (internal challenges) terdiri dari beberapa hal :

1.       Syahwat (Self Desires)

2.       Jiwa (Nafs), yang mana ia terdiri dari 3 aspek :

-          Bagian jiwa yang mendorong kita untuk melakukan keburukan

-          Bagian jiwa yang mengingkari untuk melakukan atau berpikir tentang keburukan (jika kita memiliki iman dan pengetahuan), semisal jiwa kita yang berbisik, ‘Apakah kamu tidak malu jika kepikiran untuk minum alkohol?’

-          Bagian jiwa yang tenang (Naf sal-Muthmainnah)

Kita bisa mengalami (dealing) ketiga bagian di atas dalam waktu yang sangat singkat, bahkan dalam durasi kurang dari sejam. Dengan gambaran : 1) kita mulai untuk melakukan hal yang buruk, yang mana hal ini disebabkan nafsu al-ammarah bis su’, hal ini merupakan bagian pertama dari jjiwa kita, namun hal tersebut memang menjadi takdir kita, 2) kita mulai menyalahkan/mengingkari diri untuk mencegah diri kita melakukan hal-hal buruk, agar ia memimpin kita, 3) yakni ketenangan yang didapat dari bagian ketiga diri kita.

Ada beberapa hal lain yang bersifat eksternal yang mempengaruhi bagian dalam kita (which attract the internal challenges) :

1.       Melakukan perbuatan dosa – bagian pertama jiwa kita akan mengaktivasi nafsu untuk mendorong kita berpikir untuk melakukan hal-hal buruk

2.       Perasaan waswas pemberian setan. Setiap setan mampu melakukan hal ini. Mereka senantiasa berusaha meyakinkan kita untuk melakukan hal-hal buruk dengan cara mempromosikan hal jahat agar terlihat baik dan bisa kita terima, atau dia meyakinkan kita untuk menunda melakukan hal baik. Apabila kita seorang muslim yang baik, setan akan berupaya meyakinkan kita agar kita mennunda untuk bersedekah dan menampilkannya sebagai hal yang buruk, seperti misalnya sedekah hanya akan memberikan finansial buat kita. Sebagaimana kita lihat, kedua hal tersebut telah mempengaruhi persepsi kita.

 ###

Kita dapat menyaksikan bahwa komponen-komponen yang ada dalam diri manusia menolong diri kita menghadapi berbagai tantangan. Sebagai contoh fitrah dan akal adalah dua hal komponen yang kuat dalam diri kita yang mengarahkan kita untuk melaksanakan kebaikan. Bagaimanapun keduanya tetap terbatas oleh karena itu Allah mengirimkan kepada kita utusannya untuk mengarahkan kita. Hidayah Allah membimbing kita untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, pintu mana yang potensial didatangi oleh setan. Ketika kita membaca Alquran dan merenunginya kita akan mencapai (attain) kepada basiroh yang mana kita bisa mengaktifkan daya preventif dalam diri kita dan bisa membangkitkan nafsul Mutmainah.

Alquran mengabarkan kepada kita bahwa Apa yang akan kita lakukan itu akan diuji. Hal ini sebagaimana firman, dialah dzat yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji seberapa baik amalan kalian. (Al-Mulk : 2)

Allah mengabarkan kepada kita bahwa kita akan diuji dan bahwa wa skenario yang disebutkan di atas itu bersifat natural. Ini adalah bukti belas kasih Allah - di mana dia melengkapi kita dengan kekuatan dengan kehendak dengan fitrah dengan akal dengan dikirimkannya utusan yang membawa hidayah dan lain sebagainya. Akan tetapi dia memperingatkan kepada kita bahwa kehendak kita akan diuji dengan hal internal dan eksternal. Kekuatan dan kehendak kita adalah bersifat netral tapi hal tersebut berpotensi untuk dipengaruhi baik itu kepada hal yang baik ataupun yang buruk. Apabila kita memiliki Basir apabila kita membaca Alquran an-naba bila kita dekat dengan Allah apabila kita mempunyai hikmah maka pikiran sehat dalam diri kita akan aktif dan syahwat dalam diri kita akan terkontrol dan kita tidak akan dirasakan olehnya. Setan tidak akan mendekat kepada kita karena dia tahu apabila mereka dekat kepada kita mereka tidak akan mampu mempengaruhi kita. Apabila kita menempuh jalan ini, hidup kita akan penuh dengan tantangan, inilah ah hujan yang sesungguhnya yang akan kita lalui. 

Kendati komponen-komponen ini melengkapi kepribadian kita, kita tetap utuh Taufik dari Allah subhanahu wa ta'ala. Tempat taufiknya kita bisa jadi tersesat oleh nafsu kita yang datang dari setan. Maka kita harus dekat kepada Allah. Kita butuh untuk berdoa kepada Allah setiap waktu, kita perlu membuat hati kita setia agar senantiasa beribadah kepadanya, dengan itu kita selalu (constantly) dianggap mencari pertolongannya mencari perlindungannya mencari hidayahnya. Itulah mengapa dalam sehari setidaknya kita 17 kali mengatakan tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus, kita butuh Sida ya Allah sangat butuh. Kita bukan hanya butuh untuk didekatkan kepada jalannya tapi masuk ke dalam ajarannya.

Ada dua tipe Hidayah: hidayah masuk Islam dan hidayah untuk meningkatkan keislaman.

Beberapa sarjana mengatakan kita butuh hidayah agar senantiasa di jalannya pada setiap saat, kita membutuhkan hudayah Allah lebih dari kita membutuhkan bernafas.


###

Hal ini dinarasikan oleh Nabi Muhammad Saw dalam sebuah hadis di mana Allah menciptakan seorang manusia di atas sebuah pulau di mana di daerah tersebut hanya ada dia seorang. Allah memberikan kepada orang tersebut rizki dengan menyediakan buah-buahan dalam hidupnya. Dalam 70 tahun, ia hidup dan hanya beribadah kepada Allah semata, tanpa ada tantangan di dalamnya.

Ketika datang waktu ajalnya tiba, Allah memerintahkan kepada para malaikat agar membawa jiwanya kepada-Nya. Allah bertanya kepada orang tersebut, 'Wahai hamba-Ku, surga atau neraka?' Seorang tersebut menjawab, 'Surga, Ya Allah, tentunya.' Allah bertanya lagi kepadanya, 'Wahai Hamba-Ku, hal ini dikarenakan belas kasih sayangku atau karena amalan yang engkau perbuat?' Orang tersebut menjawab, 'Ya Allah, tentu ini karena amal ibadahku. Selamat 70 tahun saya beribadah hanya kepada Engkau, saya tdak melakukan hal buruk dan hanya beribadah kepada-Mu'

Kemudian Allah memerintahkan kepada malaikat-Nya agar mengambil anugerah yang diberikan kepada orang tersebut berupa anugerah penglihatan, dan ditaruh di satu timbangan. Kemudian ia memerintahkan kepada malaikat lainnya agar menaruk nilai ibadah hamba tersebut selama 70 tahun di neraca yang lain. Hasilnya adalah, anugerah penglihatan yang ditimbang memiliki beban yang lebih berat (heavier) ketimbang amal ibadah 70 tahun. 

Ringkasan dari pembahasan di atas adalah, bahwa apabila kita beribadah kepada Allah selama 70 tahun dan mencegah diri (refrain) dari melakukan keburukan, kita tetap tidak akan mampu mengganti nikmat yang Allah berikan kepada kita. Beberapa sarjana mengatakan bahwa apabila kamu ingin mengetahui besarnya nikmat Allah kepadamu, tutuplah matamu. Apabila kita telah menutup kita, maka bayangkanlah kita tidak akan lama memiliki penglihatan dan kita akan senantiasa mencoba mengggambar kehidupan kita, hanya dengan itu kita bisa mengapresiasi secara jujur dan benar atas kasih sayang Allah.

Conclusion 

The hadiths are the sources of our iman (faith), knowledge, and guidance as we are taught by the Prophet, sallallahu 'alayhi wasallam. Studying and understanding the Hadiths will activate our insight (basirah), enlighten our hearts, and uplift our souls. This will by the help of Allah, lead us and keep us on the right path to the end, insha Allah

0 komentar:

Posting Komentar

Back to top