Rabu, 07 Juli 2021

Juli 07, 2021 - No comments

Hati-Hati Dengan Internet


 

Hati-Hati Dengan Internet

(Refleksi Bacaan Matinya Kepakaran Halaman 135-185)

 

Dalam Matinya Kepakaran yang saya baca hari ini, ada dua judul pembahasan yang menarik : Tersesat di Mesin Pencari dan Jurnalisme gaya Baru. Dalam rentang tulisan yang saya baca ini dibahas seputar peran internet bagi matinya kepakaran.

Dengan tegas, dalam satu tulisannya Tom menulis bahwa Yang Palsu di Internet : Semuanya. Dalam subbab ini dibahas bahwa di internet berterbaran banyak sekali berita dan informasi yang menjerumuskan kita kepada keliaran cara berpikir jika kita tidak mengimbanginya dengan critical thinking, cerdas menimbang dan menakar berita yang kita terima di internet. Salah satunya adalah menyebarnya hoaks.

Tom mencontohkan kasus Obama yang dikesankan sebagai sosok yang memaksa militer Amerika untuk memeluk islam. Dalam unggahan yang beredar di internet ditemukan bahwa ada foto Obama dengan latar beberapa tentara Amerika yang sedang sujud di atas sajadah, kemudian muncul sebuah tulisan “Lihat apa yang dilakukan olehnya?” Padahal, setelah diusut lebih lanjut, foto tentara yang sedang bersujud itu memang mereka para tentara muslim yang sudah bertugas.

Dalam era internet ini juga ada realita bahwa seseorang, untuk menunjukkan kepakarannya, cenderung mencari bukti yang mendukung gagasannya. Hal ini sejalan dengan analisis berikutnya mengenai karakter masyarakat modern bahwa masyarakat saat ini, dalam kaitannya dengan keterlibatan mereka di media sosial, cenderung berada di ruang gema (Echo Chamber). Echo Chamber adalah fenomena di mana seseorang lebih senang berada di sebuah kelompok yang satu frekuensi/ideologi dengan mereka, tidak siap menerima perbedaan dari kelompok lain, yang dalam kondisi tertentu, saat ingin membela kelompoknya, mereka akan mengasup berita yang mendukung kelompoknya, kendati berita yang dibawa adalah berita bohong.

Tom membahasakan fenomena internet sebagai fenomena berkembangnya gaya jurnalisme yang independen yang kebablasan. Ia menganalogikan kasus lahirnya sebuah website di internet sama dengan lahirnya penerbit pada masa silam. Ada penerbit yang ketat, yang membutuhkan standar dan negosiasi yang ketat agar naskah diterima dan diterbitkan, naskah yang diterbitkan tentu berkualitas dan informatif untuk pembaca. Dan ada penerbit berbayar atau penerbit mandiri (Vanity Press) yang bebas atas naskah yang diterbitkan tanpa proses seleksi yang ketat, naskah yang diterbitkan jauh dari kata berkualitas karena diterbitkan tidak melalui standar jurnalisme yang tinggi. Nah, lanjut Tom, fenomena internet adalah lahirnya ratusan juta penerbit mandiri (vanity press) yang berkah menentukan sendiri naskah yang akan diterbitkan.

Dalam analisisnya yang lain, Tom menjelaskan bahwa di antara hal-hal lain yang mendorong matinya kepakaran adalah kesalahan pakar yang terlalu dibesar-besarkan. Tom mencontohkan apa yang terjadi pada kasus Dan Rather, seorang pembawa acara CBS. Dalam laporannya, saat terjadi perseteruan sengit antara George W Bush dengan senator John Kery, Dan Rather mengklaim bahwa ia memiliki dokumen sejak tahun 1970 yang mengatakan bahwa George W Bush pernah absen dari unit Air National Guard dan tidak menyelesaikan dinas wajibnya. Ternyata, setelah dilakukan investigasi, Dan Rather terbukti menggunakan dokumen palsu. Berita tersebut viral dan menjadi alat penyerangan terhadap otoritas pakar dalam menyeleksi kebenaran. Padahal, sebagaimana dijelaskan Tom, orang awam tidak selalu salah dan pakar tidak selalu benar. Namun, pakar, bagaimanapun, adalah seorang profesional. Profesional adalah mereka yang terbiasa melakukan pekerjaan terbaik, meski kadang tidak ingin. Bahwa kadang ia salah, itu adalah nasib dia sebagai manusia biasa.

Tom menulis bahwa menjamuran website di era digital ini yang berkonsekuensi bertebarannya berita tidak menjadikan dunia saat ini lebih baik. Hal ini sebagaimana menjamurnya menu makanan di restoran. Tersedianya 300 ribu jaringan restoran makanan dan gerai makanan cepat saji saat ini tidak menjamin hidup kita bisa hidup lebih sehat. Hal ini berkaitan dengan angka kematian juga. Ayah saya, H Mahmud Ali, pernah berkata, “Dahulu banyak orang mati lantaran mesiu, sekarang banyak orang mati lantaran sesendok gula.” Semoga kita pandai menyeleksi makanan, sehingga kita bisa hidup sehat (eh kok lari ke makanan sih) 😊

Perpustakaan Mahad Darus-Sunnah, 07 Juli 2021

0 komentar:

Posting Komentar

Back to top