Kefaqihanmu Mengantarkanmu Menuju Ridha Allah SWT (Catatan Pengajian Bersama Ustadz Dr. Ahmad Ubaydi Hasbillah, MA)
KEFAQIHANMU MENGANTARKANMU MENUJU RIDHA ALLAH SWT
(Intisari pengajian malam selasa bersama Ustadz Dr. Ahmad Ubaydi
Hasbillah, MA)
Masjid Muniroh Salamah, 08 Juni 2021
Dalam sebuah kajian bait-bait manzhumah Adab al-Muta’allim (atau
manzhumah Alala, karena diawali dengan redaksi alala) yang
diadakan setiap malam Selasa di masjid Muniroh Salamah Pesantren Darus-Sunnah
oleh Ustadz Dr. Ahmad Ubaydi Hasbillah, tepatnya pada hari Selasa tanggal 08
Juni 2021, pamateri menyampaikan ceramah penjelasan bait-bait tersebut dengan
luas dan apik didengar. Penjelasan disampaikan dengan khidmat dan penuh penghayatan.
Berikut yang bisa kami catat dari pengajian beliau :
عَنِ الْمَرْءِ لاَ
تَسْأَلْ وَسَلْ عَنْ قَرِيْنِهِ |
|
فَإِنَّ القَرِيْنَ بِالْمُقَارِنِ
يَقْتَدِيْ |
|
|
|
Terkait perangai seseorang,
janganlah kau tanyakan langsung kepada orang tersebut, akan tetapi tanya dan
perhatikanlah temannya # karena sesungguhnya seseorang akan menyesuaikan diri
dengan teman di sampingnya
Ustadz Ubaid menjelaskan bahwa antara seseorang dengan temannya
adalah satu kesatuan. Teman adalah representasi karakter seseorang. Jika ia
berteman dengan orang baik maka ia pasti baik, sebaliknya jika ia berkawan dengan
orang kurang baik maka ia seperti kawannya. Jika seseorang berteman dengan
orang yang sering piknik, maka ia pun akan memiliki karakter yang sama, suka
berpiknik.
Kemudian beliau mengutip hadis,
“Al-Arwahu Junudun Mujannadah” Ruh antara satu dan yang lainnnya
akan berkumpul sesuai dengan persamaannya. Ia ibarat tentara yang berkumpul
sesuai dengan kelompoknya. Seusai menyebutkan potongan hadis riwayat Imam
Muslim tersebut, beliau menjelaskan bahwa demikianlah kita akan mendapatkan pasangan,
jika kita baik akan berkumpul dan mendapatkan orang baik dan sebaliknya.
فَاِنْ كَانَ ذَا شَرٍّ
فَجَنِّبْهُ سُرْعَةً |
|
فَاِنْ كَانَ ذَاخَيْرٍ
فَقَارِنْهُ تَهْتَدِيْ |
Maka, apabila engkau mempunyai teman
yang berperangai buruk, jauhilah. Dan apabila temanmu itu berperilaku baik,
maka kawanilah dia dan kamu akan mendapatkan petunjuk
Ustadz Ubaid menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kata kawanilah
dia adalah berkolaborasilah dengannya. Saat ini, apabila kamu memiliki
teman yang baik dan cerdas, maka dekatilah dan berkolaborasilah dengannya untuk
melahirkan kebaikan yang lebih besar. Karena, lanjut beliau, jika kita
menjadikannya sebagai kompetitor maka hal tersebut tidak akan memuaskan kita. Juga,
apabila kita menjadikannya sebagai kompetitor, maka kita akan semangat hanya
ketika ada saingan saja, apabila tidak ada saingan maka kita tidak akan
semangat lagi melakukan kebaikan. Berbeda jika kita menjadikannya sebagai kawan
untuk berinovasi bersama, berjuang bersama menciptakan kebaikan yang bermanfaat
untuk masyarakat.
تَعَـلَّمْ فَاِنَّ
اْلعِلْمَ زَيْنٌ لِأَهْلِهِ |
|
وَفَضْلٌ وَعِنْوَانٌ
لِكُلِّ الْمَحَامِدِ |
Belajarlah, karena ilmu adalah
perhiasan bagi pemiliknya # dan keutamaan serta tanda bagi setiap kemuliaan
Ustadz Ubaid menjelaskan bahwa orang yang berilmu itu akan senantiasa
dihormati, tak ubahnya orang yang memakai perhiasan. Bahkan, beliau menceritakan,
seorang yang berilmu kendati ilmunya sudah memudar lantaran pikun, ia akan
tetap dihormati. Beliau mencontohkan bahwa ada saudaranya yang, kendati sudah
sepuh dan pikun, namun tetap dihormati sedemikian rupa oleh warga sekitarnya. Hal
ini berbeda jika kehormatan didapat dengan kekayaan, ia akan dihormati hanya
jika kekayannya masih ada, jika tidak maka ia akan dianggap biasa oleh masyarakat. Hal ini sebagai firman
Allah dalam aAl-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 ayat perihal bahwasanya Allah
akan mengangkat derajat orang yang berilmu.
وَكُنْ مُسْتَفِيْدًا
كُلَّ يَوْمٍ زِيَادَةً |
|
مِنَ الْعِلْمِ وَاسْبَحْ
فِيْ بُحُوْرِ الْفَوَائِدِ |
Jadilah engkau pembelajar sepanjang
hari dan berenanglah di samudera pengetahuan
Ustadz Ubaid menjelaskan bahwa kata kulla yaumin tidak diartikan setiap hari, melainkan
sepanjang hari. Jika demikian, maka kita akan tertuntut untuk belajar dalam
kondisi apapun.
Berenanglah di samudera pengetahuan, maksudnya adalah saat kita TK
mungkin ilmu kita masih seperti genangan air yang sedikit, yang hanya bisa
dijejakkan oleh kaki saja. Saat SD ilmu yang kita miliki ibarat air yang sudah
sebetis, saat SMP ilmu kita sedengkul, saat SMA ilmu kita ibarat air sudah
sedada dan siap menenggelamkan kita, saat kuliah mungkin ilmu kita ibarat air
yang sudah berada di atas kepala kita, terus demikian sampai kita ke tingkat
pendidikan yang paling tinggi, kita ibarat berada di samudera pengetahuan, dan
kita bisa berenang dengan bebas di samudera tersebut.
تَفَقَّهْ فَاِنَّ
اْلفِقْهَ اَفْضَلُ قَائِـدِ |
|
إِلَى الْبِّرِ وَالتَّقْوَى
وَاَعْدَلُ قَاصِدِ |
Belajarlah hingga kamu menjadi faqih
alim, karena kefaqihanmu itu adalah sebaik-baiknya pengarah menuju kebaikan dan
ketakwaan dan kepada selurus-lurusnya jalan
Ustadz Ubaid menjelaskan bahwa ada keunikan dalam kata faqih dalam
terma Arab. Faqih dimaknai sebagai kemampuan kita menguasai suatu bidang
pengetahuan dan lewat pengetahuan tersebut mampu mengantarkan kita kepada Allah
Swt. Hal ini berbeda dengan khabir yang dimaknai sebagai pintar saja,
yang dengan kepintaran tersebut tidak mengantarkannya menuju Allah Swt.
Orang yang belajar ilmu agama seperti al-Qur’an, hadis, fiqih, ataupun
belajar ilmu umum seperti matematika, sosiologi, antropologi dan ilmu sains
lainnya, selama hal tersebut bisa mengantarkannya mendekat kepada Allah Swt
maka dinilai sebagai faqih.
Kebalikannya, jika ia mempelajari ilmu-ilmu umum dan pakar di
bidang tersebut, bahkan dalam bidang ilmu agama sekalipun, selagi hal tersebut
tidak mengantarkannya menuju ketakwaan kepada Allah Swt maka ia tidak bisa
disebut sebagai faqih alim, melainkan hanya khabir saja, master
dalam bidang tertentu.
هُوَ اْلعِلْمُ
أَلْهَادِىْ اِلَى سَنَنِ الْهُدَى |
|
هُوَالْحِصْنُ يُنْجِيْ
مِنْ جَمِيْعِ الشَّدَائِدِ |
Maka, yang demikian itu (upaya kita
menjadi faqih), adalah penunjuk menuju tradisi-tradisi kebaikan, dan hal
tersebut akan menjadi benteng yang menyelamatkan kita dari marabahaya
Ustadz Ubaid menjelaskan bahwa
kefaqihan yang kita miliki tersebut akan membawa kita menuju kebaikan
dan menjauhkan kita dari marabahaya kehidupan. Dalam pelafalan bait di atas,
kata sunanilhuda bisa juga dibaca sananilhuda, yang pertama
menggunakan redaksi jamak (plural) sedangkan yang kedua menggunakan redaksi
mufrad (tunggal), hal ini sebagaimana dijelaskan oleh guru beliau dalam satu
kesempatan. Namun, keduanya adalah pilihan penggunaan yang sama-sama benar.
فَإِنَّ فَقِيْهًا
وَاحِدًا مُتَوَرِّعًـا |
[1] |
أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ
مِنْ أَلْفِ عَابِدِ |
Karena sesungguhnya seorang faqih
yang memiliki sikap wara’ itu lebih berat di mata setan ketimbang 1000 orang
ahli ibadah
Ustadz Ubaid menjelaskan bahwa faqih yang perwira (istilah Jawa
bagi orang yang memiliki sikap wara’) itu lebih hebat di hadapan setan
ketimbang 1000 orang ahli ibadah. Sikap wara’ atau wira’i adalah sikap
kehatian-hatian kita terhadap hal-hal yang bersifat syubhat (tidak jelas status
kehalalan dan keharamannya). Sedangkan yang dimaksud dengan ahli ibadah dalam
bait ini adalah mereka yang beribadah tanpa ilmu pengetahuan.
Seorang faqih dan alim yang mengerti suatu ibadah kemudian dia
menjalan ibadah tersebut itu lebih hebat ketimbang 1000 orang yang beribadah
tanpa ilmu pengetahuan, karena ia lebih rentan untuk digoda oleh setan.
Ciputat, 09
Juni 2021
0 komentar:
Posting Komentar