Jumat, 28 Mei 2021

Mei 28, 2021 - No comments

Puasa Media Sosial

 Teknologi mengalami perkembangan yang signifikan, termasuk dalam bidang komunikasi. Dahulu, jalinan komunikasi hanya sebatas menggunakan telpon dan sms, bahkan, dalam waktu yang lebih purba lagi, pengiriman surat hanya bisa dilakukan lewat pos saja. Sekarang semua sudah dimudahkan. Berkabar dan bertukar komunikasi cukup dengan aplikasi ringan seperti whatsapp, dengan jaringan internet semua akan tersampaikan.

Belakangan, media sosial hadir sebagai sarana berkomunikasi yang paling mutakhir dan sederhana. Media sosial adalah ruang virtual di mana kita mampu berkumpul bersama beberapa orang, membicarakan tema menarik, tanpa perlu berkumpul secara fisik. Jejaring yang terjalin di media sosial bersifat sangat kompleks. Mulai dari jejaring teman TK hingga teman arisan RT, semua bisa kita jumpai dalam ruang bernama media sosial. Bukan sekadar bertukar kabar, bahkan hingga kepada tahap menyebar informasi yang dianggap penting untuk disebarkan.

Namun, seiring berjalannya waktu, media sosial malah menjadi bomerang destruktif bagi kepribadian kita. Berselancar di dunia media sosial adalah barang adiktif. Sebagaimana narkoba dan nikotin, bermedia sosial adalah candu. Orang yang asyik dan tenggelam berselancar di media sosial akan lupa daratan. Jika tidak pintar mengatur waktu dan menjaga prioritas tenaga, hidupnya akan berlalu dengan Kesia-siaan.

Baru saja saya menonton video Diskusi Media Sosial Bareng Marissa Anita yang ditayangkan di akun youtube Galabby Thahira. Marissa Anita, wanita yang mengenyam pendidikan magister digital media di London, menjelaskan bahaya candu berselancar di media sosial. Media sosial seperti Twitter, Instagram, Facebook dan lain-lain memang dirancang untuk tidak habis dikonsumsi. Saat kita melakukan scroll (pengguliran) di media sosial kita akan terbawa suasana, terpancingan postingan lain, terus demikian hingga berjam-jam kita betah di dalamnya. Padahal, kata Marissa, itu semua nihil, tak ada dampak positif bagi keberlangsungan hidup kita.

Selain itu, bermedia sosial berlebihan hanya akan membuat diri kita destruktif. Bayangkan, jika kebahagian kita hanya ditentukan oleh like yang kita dulang di media sosial. Saat kita membuat postingan dan mendapat banyak like maka kita akan bahagia, sebaliknya, jika kita mendapatkan sedikit saja like dari follower kita, maka kita akan bersedih. Betapa mudahnya kita terombang-ambing.

Untuk itu, sebagaimana saran Marissa Anita, berpuasa media sosial adalah salah satu jalan keluar yang bisa ditempuh. Dengan berpuasa, kita bisa menahan diri dari keserakahan yang menjerumuskan kita pada hal negatif. Sebagaimana Allah mewajibkan hamba-Nya berpuasa Ramadhan, demikian kita harus mewajibkan diri kita untuk bermedia sosial. Marissa Anita melakukannya dengan spektakuler, dia adalah sosok terkenal dan pakar dalam bidang hiburan yang berani menutup akun media sosialnya sejak 4 tahun lalu. Instagram, Tiktok, Facebook dia hapus karena dia sadar ketiga aplikasi tersebut tidak berdampak positif pada dirinya. Manfaatkan yang berguna, tinggalkan yang hanya akan melahirkan kesia-siaan.

Berpuasa media sosial adalah kendali yang bisa kita atur. Sebagaimana diajarkan oleh Henry Manampiring dalam Filosofi Teras bahwa ada hal-hal yang bisa kita kendalikan (up to us) dan ada hal-hal yang berada di luar kendali kita (not up to us). Berpuasa media sosial, memanfaatkan sebaik mungkin media sosial adalah bagian up to us, untuk itu kendali ada di kita dan kita dituntut untuk memanfaatkannya sebaik mungkin, karena itu ada di bawah kendali kita. Adapun jika kita sudah berusaha maksimal dalam berpuasa media sosial, namun masih saja kecolongan, maka itu not up to us, kita tidak bisa menyalahkan diri kita sendiri. Filosofi Teras mengajarkan kepada kita untuk berhenti menyalahkan diri sendiri.

Semoga bermanfaat.

Kantor Yayasan, 28 Mei 2021.

0 komentar:

Posting Komentar

Back to top