Senin, 11 Mei 2020

Mei 11, 2020 - No comments

Mengulas Psikologi Kematian

Banyak pelajaran yang bisa kita dapati dari buku Psikologi Kematian karya Komarudin Hidayat. Buku setebal lebih kurang 300 halaman ini berisi tulisan-tulisan ringan yang merefleksikan tema kematian. Betapa kematian, hal yang dekat dan pasti dalam sejarah kehidupan manusia, sangat perlu diperbicarakan dan direfleksikan agar kita siap menjemputnya dalam keadaan tenang.

Berikut kerja saya untuk mengikat makna (mengikuti arahan pak Hernowo) dari buku Psikologi Kematian. 

Dalam tulisan Everyday My Birthday penulis mengulas makna filosofis rutinitas kita membaca doa hendak dan bangun dari tidur. Tidur adalah representasi kematian, hal ini juga sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur'an (lihat ...). Lafaz doa yang dipanjatkan seorang muslim sebelum bangun tidur adalah : ya Allah dengan asmamu saya hidup dan mati, hal ini seakan persiapan kita menghadapi kematian. Demikian doa saat bangun dari tidur : Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkanku kembali setelah kematian (yang singkat ini). Setiap hari adalah hari kelahiran kita, dan setiap hari pula kita menyongsong kematian, namun seberapa jauh kita telah menyiapkan diri untuk kematian yang hakiki? 

Dalam Bagai Kerikil yang Ditenggelamkan Lautan Prof Komarudin Hidayat merefleksikan lakunya melempar kerikil dari pinggir lautan. Bahwa, sebagaimana nasib kerikil yang dilemparkan ke lautan, demikianlah eksistensi manusia sat lahir ke semesta ini. Kelahiran manusia adalah layaknya kerikil yang masuk ke semesta raya, menimbulkan riak kecil, kemudian tenggelam dalam kesibukan kehidupan manusia yang tak terbilang. Tak berjejak setelahnya.

Untuk itu, lanjut pak Komar, jangan sombong dan berlebihan dalam hidup. Dikisahkan bahwa seorang raya Yunan bernama Raja Midas menginginkan agar menjadi orang paling kaya dan tidak ada  yang melebihinya. Ia meminta kepada dewa dan dikabulkan. Segala yang disentuh oleh Raja Midas, sebagaimana dipintanya kepada dewa, akan berubah menjadi emas. Betapa senangnya ia saat menyentuh pegunungan, kendaraan, gedung-gedung, serta benda-benda besar lainnya dan kesemuanya menjadi emas. Ia ingin membagi kebahagiaannya dengan sang isteri, maka ditemuinya sang isteri dan saking bahagianya ia memeluk sang isteri, betapa terkejutnya dia saat mendapati bahwa isterinya seketika menjadi emas. Mendapati hal itu Raja Midas menyesali ketamakannya menjadi orang yang paling kaya.  

Dikisahkan bahwa pak Komar memelihara burung beo yang dibelinya di pasar Blok M. Ia merawatnya dan memberinya fasilitas yang enak untuk si burung. Suatu ketika, karena peritmbangan untuk membebaskan, ia hendak melepas beo dengan membiarkan sangkarnya terbuka. Betapa terkagum-kagumnya ia saat mendapati sang burung beo belum juga keluar, meski sudah seminggu telah dibuka sangkarnya. Saat mengonfirmasikan hal tersebut kepada Zulfa, anaknya yang sarjana psikologi, Zulfa menjelaskan bahwa fenomena tersebut terjadi lantaran beo sudah nyaman dengan keadaan sebelumnya, ia takut untuk menghadapi ketidakpastian masa depannya saat memutuskan untuk hidup di luar sangkar.

Ulama sufi menjelaskan bahwa jiwa manusia ibarat rajawali yang terkurung dalam sangkar tubuh manusia. Suatu saat ia akan terbang bebas menuju hutan luas. Jiwa manusia akan melakukan mikraj kepada pangkuan sang pencipta. Manusia juga dituntut untuk menepati perjanjian primordialnya dengan yang MahaAgung, dengan Allah Swt. Sejak dalam rahim ibu, manusia sudah terkait perjanjian kepada Allah Swt agar semata-mata menyembah Allah Swt, tugas manusia selama hidup adalah merawat perjanjian tersebut sampai bertemu Allah Swt. Demikian penulis menguraikannya dalam Jiwa Terbelenggu

Dalam tulisan Boarding Pass Kehidupan  penulis merefleksikan kehidupan di airport seperti halnya kehidupan di dunia. Kita semua umat manusia tak ubahnya mereka yang berdiam di ruang tunggu, menunggu panggilan pesawat kita datang. Semua manusia sudah memegang tiket masing-masing lengkap dengan jadwal keberangkatan dan kota mana yang akan disinggahi. Jika sudah waktunya kita akan menuju boarding pass yang dijaga oleh Izrail, untuk kemudian lepas landas menuju alam baka, menuju sang pencipta Allah Swt.

Pembaca yang budiman, benarkah hidup kita bermakna? Penulis Psikologi Kematian mengajak kita berefleksi tentang kehidupan. Sudah kehidupan kita bermakna? Bermakna yang dimaksud oleh penulis adalah benar hidup kita sudah memancarkan kebaikan kepada sekitar, kita sudah menebarkan manfaat ke alam raya. Dalam hal ini beliau menyerukan agar kita meniru syariah hidup masyarakat Jepang yang memiliki statemen dosa sosial, malu untuk berlaku jelek di khalayak umum, bahkan hal inilah yang kemudian memicu terjadinya 30.000 kasus bunuh diri pada tiap tahunnya, rata-rata mereka malu karena telah melakukan dosa sosial. Efek dari itu mereka hidup disiplin dan taat pada aturan kehidupan yang memiliki tujuan kebaikan.

Deskripsi bagaimana hidup kita dikatakan bermakna tergantung jenjang kehidupan yang kita lewati. Saat remaja hidup kita dikatakan bermakna saat kita bisa memaksimalkan daya yang kita punya untuk belajar dan mengikat pesan, saat sudah menikah hidup kita bermakna manakala
Bahwa makna hidup sesuai dengan jenjang kehidupan
[12/5 11.21] Jafar Tamam: Hidup sebagai tindakan bermakna : hukum karma dalam wacana filsafat Imanuel Kant yang menarik (3) dan 2 hal yang perlu direnungkan diri

Makna panjang umur berarti produktivitas yang menuntut profesional, moral, spiritual, intelektual. Sehingga menjadi buku cerita

0 komentar:

Posting Komentar

Back to top