Kamis, 16 April 2020

April 16, 2020 - No comments

Pintar-Pintar Kita Membunuh Jenuh di Masa PSBB



16 April 2020, hari ini entah sudah hari keberapa pemerintah Indonesia menyatakan perang terhadap penyebaran covid19. Wabah Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) ini menimpa seluruh manusia di muka bumi, fenomena ini didakwa sebagai pandemic yang berbahaya yang harus diwaspadai oleh seluruh penduduk bumi. Segala upaya telah dilakukan, salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia adalah dengan memberlakukan Permbatasan Sosial Berskala besar atau disingkat sebagai PSBB.

Salah satu bentuk PSBB adalah dengan melockdown seluruh instansi pendidikan dan beberapa kantor perusahaan, wacana agar seluruh elemen masyarakat tetap #dirumahaja terus digaungkan, hal ini tidak lain bertujuan untuk memutus rantai penyebaran virus corona.

Banyak masyarakat mengisi kegiatan #dirumahaja ini dengan kegiatan-kegiatan menarik. Entah itu berolahraga main raket di pelataran rumah, berkumpul bersama keluarga, hingga membaca buku serta menulis sebuah gagasan bermanfaat. Saya pribadi termasuk yang melangsungkan tiga agenda tersebut selama masa karantina ini. Walhasil, saya tetap ceria dan tidak mengalami kegalauan. Kendati akibat itu income semakin berkurang, maka berhemat adalah jalan menuju keselamatan.

Kali ini saya akan menekankan pembahasan mengenai kegiatan membaca buku sebagai alternatif mengisi kekosongan serta sebagai upaya merawat kewarasan. Merawat kewarasan? Iya, karena sebagaimana baru saja saya baca di buku biografi Hatta yang ditulis oleh Tempo, saat beliau dan tokoh bangsa lainnya dibuang ke Digul, penjara tak bertepi yang berada di titik terpencil Indonesia, kebosanan yang tak diobati akan membunuh manusia secara perlahan.

Digul, kenang Hatta, bukanlah tempat pengasingan yang penuh dengan kekejaman berupa ancaman kerja paksa atau todongan senapan sebagaimana penjara Gulag di Rusia, Digul adalah sebuah pulau luas dengan fasilitas yang lumayan namun berdiam terlalu lama di sana akan melahirkan kebosanan berkepanjangan, seorang yang tinggal di sana harus kreatif mencairkan suasana agar bisa tetap waras pikirannya.

Diasingkan ke Digul, kendati terlalu berlebihan, mungkin bisa menjadi tamsil masa PSBB ini. Kebijakan karantina yang diterapkan di Indonesia ini juga kerap melahirkan kebosanan. Bagi saya pribadi, membaca merupakan salah satu alternatif penghancur kebosanan yang rentang menjangkit pada masa karantina ini. Dan untungnya, era digital kali ini memberikan opsi brilian agar tetap bisa menikmati karya-karya berkualitas namun dengan biaya nol. Ya, salah satunya bisa kita nikmati melalui aplikasi Ipusnas.

Aplikasi Ipusnas merupakan aplikasi android yang dikembangkan oleh Perpustakaan Nasional Indonesia, aplikasi ini menyajikan fitur yang menarik dan edukatif yang bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia secara luas. Ibarat sebuah perpustakaan besar versi daring, Ipusnas menyediakan ratusan ribu buku digital yang siap dibaca oleh jamaah netizen. Ipusnas memberikan fasilitas peminjaman buku selama satu hari sebanyak dua buku, dan setiap buku hanya boleh dipinjam selama 3 hari. Sebagaimana forma peprustakaan, stok buku juga dibatasi, jadi tidak semua orang bisa mengunduh satu buku secara bersamaan dalam jumlah yang sangat banyak, tinggal dilihat sisa berapa copy file yang tersedia, saat tersedia stok, ketika itulah kita bisa meminjam dan membacanya, namun jika stok habis terpaksa kita perlu mengklik tombol “antrian” untuk masuk ke waiting list peminjaman buku tersebut. Dan kesemuanya gratis dan memiliki legalitas.

Saya termasuk yang berlangganan secara rutin memanfaatkan fitur yang ditawarkan oleh Ipusnas ini. Sudah puluhan buku-buku berkualitas (menurut saya) yang telah saya unduh, sebagian saya baca secara utuh sebagian lagi hanya saya baca sebagian saja, sekedar menghilankan penasaran saja.

Ada 47 buku yang pernah saya pinjam di rak ipusnas, di antaranya adalah Dilarang Mencintai Bunga-Bunga karya Kuntowijoyo, Otoritas Hadis-Hadis Bermasalah karya Faiqotul Mala, Malam Terakhir karya Leila Chudori, Maryam-Pasung Jiwa-Kerumunan Terakhir-Yang Bertahan dan Binasa Perlahan-86 karya Okky Madasari, Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan, Olenka punya Budi Darma, Saksi Mata – Jazz Parfum dan Insiden karya Seno Gumira Ajidarma, Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus, Seri Buku Hatta : Tempo, 3 Cinta 1 Pria karya Arswendo Atmowiloto, dan masih akan banyak lagi yang akan saya pinjam. Beberapa buku yang saya sebutkan di atas tuntas saya baca, sebagian belum.

Selain memanfaatkan Ipusnas sebagai ruang berkontemplasi mengais pelajaran hidup, saya juga diuntungkan dengan dibukanya akses gratis Tempo Digital. Portal yang menyediakan akses baca koran dan majalah berkelas ini sedikit banyak mengurai kejenuhan selama karantina.Berita-berita hangat serta investigasi bernas ala Tempo bisa didapat dengan Cuma-Cuma. Karantina harus diobati dengan varian kegiatan penghancur kebosanan.

Semoga kita bisa patuh pada protokol keamanan dan kesehatan yang dicanangkan pemerintah, dengan demikian rantai penyebaran Covid19 bisa benar-benar hilang dari muka bumi. Amien.

Bintaro, 17 April 2020

0 komentar:

Posting Komentar

Back to top