Selasa, 21 April 2020

April 21, 2020 - No comments

Membaca Asyik dan Perlu

"Aku rela dipenjara asal bersama Buku" (Bung Hatta)

Manusia adalah hewan yang bernalar, hayawan nathiq, demikian ilmu manthiq mengawali teorinya. Sebagaimana hewan dan makhluk hidup lainnya, manusia perlu mengasup gizi untuk menyambung hidupnya. Asupan gizi bagi hayawan nathiq adalah buku.

Membaca buku -mengutip slogan majalah tempo - kegiatan asyik dan perlu. Asyik, karena dengan membaca kita bisa meretas keterbatasan kita. Sekat geografis ataupun ideologis yang merah kita bisa diatasi dengan laku membaca. Membaca adalah proses kita membuka jendela dunia, demikian ucap peribahasa. 

Kedua, membaca itu perlu, karena dengan membaca nalar kita hidup, pandangan kita kaya, perspektif kita meluas. Membaca adalah koridor terbesar masuknya pengetahuan dalam diri kita. Tak ayal jika peribahasa Arab berujar, 

لو لا العلم لكان الناس كالبهائم

Tanpa pengetahuan, manusia seperti binatang.

Apa pasal? Sebab dengan meniadakan kegiatan membaca, sama saja kita menutup keran terbesar masuknya asupan pengetahuan dalam diri kita. 

Bung Hatta dan Kecintaannya Terhadap Buku

Bung Hatta, bapak proklamator RI, adalah teladan yang baik bagaimana berinteraksi dengan pengetahuan, lebih tepatnya buku. Kesibukannya berpolitik tak membuatnya lupa dengan buku, bahkan keduanya saling menguatkan.

Dalam buku seri bapak bangsa, dalam hal ini mengulas hidup bung Hatta, yang diterbitkan oleh Tempo diceritakan kegilaan Hatta terhadap buku, hal ini dibuktikan dengan kenekatannya menjadikan buku Alam Pikiran Yunani, buah penanya, sebagai mahar saat mempersunting Rahmi Hatta, alih2 memberikan seperangkat alat shalat sebagai simbol kereligiusan saat penyerahan mahar.

Benar saja, sebagaimana laporan Tempo, berawal dari mahar akhirnya ia menjadi "selingkuhannya". Sebagaimana dikutip dari tutur Rahmi, buku adalah isteri pertama Hatta. Dalam hal ini yang mampu menandinginya adalah Quraish Shihab, sebagaimana diceritakan dalam Cahaya, Cinta dan Canda Quraish Shihab yang ditulis oleh 3 karibnya sewaktu di Mesir ; Mauluddin Anwar, Latief Siregar dan Hadi Musthofa

Berikut kutipannya : 

Tapi bagi fatmawati, sejak penrikahannya, sesungguhnya ia telah menjadi istri kedua. Quraish memiliki istri pertama yang lebih dicintainya. Quraish sering curhat, menangis, bercanda tawa, bahkan tidur dengan istri pertmanya, di kamar Fatma. Fatma kerap harus mengalah. Siapakah gerangan dia?

“Buku!”

Kembali ke Hatta. Saat beliau diasingkan ke Banda Neira pada tahun....  bersama Syahrir dan tokoh nasionalis lainnya, beliau membawa 16 peti berisi buku. Pengasingan yang dilakukan pihak kolonial tersebut boleh meredam gairah politiknya, tapi tidak dengan melahap bahan bacaan. 

Dengan aktivitas membaca tersebut Hatta mampu merawat kewarasan dirinya, maklum, sebagaimana dilaporkan Tempo, tempat pengasingan tersebut benar2 membunuh. Bukan dengan kekejaman senjata, tapi akibat kebosanan tanpa akitivitas yang mematikan. Hatta menjadikan buku sebagai penawarnya.
 
Hatta Menghukum Peminjam Buku

Sebagai seorang yang baik dan atas nama pustakawan yang stok bukunya melimpah, suatu ketika Hatta meminjamkan bukunya kepada karibnya. Berapa terkejutnya Hatta saat didapati bahwa buku yang diperlakukan layaknya anak emasnya, kembali dalam keadaan kertasnya terlipat. Dengan nada tegas beliau mengatakan, 

"Kamu harus menggantinya dengan yang baru!"

Karibnya mencari buku dengan judul yang sama ke berbagai toko buku di daerahnya, ia tak menemukannya. Dan memang ia tak akan menemukannya, karena buku itu dibeli Hatta di luar negeri. Hal ini menurut Hatta tidak lain adalah sebagai pelajaran baginya agar memperhatikan buku dengan sebaik mungkin. Sebegitu sensitif Hatta soal buku.


Apa setelah membaca? 

Membaca, selain berfungsi menajamkan nalar, juga menuntut adanya resonansi. Apa yang kita konsumsi dari buku-buku meminta pantulan pengetahuan keluar. Hal ini alamiah, sebagaimana kerja perut, otakpun demikian. Konsumsi kita atas beragam bacaan mengharuskan kita "memuntahkan" kembali apa yang sudah kita kunyah. 

Resonansi asupan pengetahuan yang masuk ke otak kita terekpsresikan dalam banyak bentuk. Masing2 memiliki pasar dan medan juang yang berbeda2 dan harus diapresiasi sebagai upaya pembebasan

0 komentar:

Posting Komentar

Back to top