Oktober 07, 2019 -
No comments
Media Sosial (Dulu dan Kini)
Setiap orang butuh media untuk menumpahkan gairah
bersosialnya, maka dari itu diciptakan media social (medsos). Media sosial sudah
ada sejak zaman purba, dahulu sifatnya adalah bertemu bertatap muka langsung,
melakukan kontak sosial dalam artian bertemu jiwa dan raga.
Kini manusia telah mengalami perubahan dan perkembangan.
Bersamaan dengan semakin mutakhirnya teknologi dan fasilitas peradaban, media bersosial
kini beralih ke ruang virtual (online). Berkomunikasi, bersosial dan menjalin kontak
kini lebih banyak dilakukan di ruang virtual.
Demi memfasilitasi perkembangan ini, beberapa
pengusaha startup membuat wadah bersosial berbasis virtual semisal
Facebook, Twitter, Instagram, Linkedin, Blog, dan lain sebagainya. Hampir semua
penduduk bumi saat ini sudah memiliki akun pribadi di media sosial berbasis
virtual. Ini artinya, semua manusia, hampir bisa dipastikan, terhubung dalam satu
wadah raksasa bernama media sosial berbasis virtual.
Dalam perkembangannya yang cukup massif, media
sosial virtual ini banyak menggeser media sosial non-virtual. Misalnya, dalam
berkirim pesan (yang merupakan dari bentuk bersosial manusia), dahulu orang
menggunakan pos untuk bertukar pesan kepada sanak saudar, kini, berdasarkan liputan
khusus Kompas (https://www.youtube.com/watch?v=CaQldvrFc2E&t=2s), cara tersebut telah banyak
ditinggalkan dan orang-orang sudah beralih menggunakan cara kirim pesan lewat email,
whatsapp, dan media sosial lainnya yang selain lebih murah juga lebih mudah dilakukan.
Bab yang Hilang - Sejarah Pos (KompasTV)
Manusia telah banyak dimudahkan akibat
berkembangnya teknologi. Namun, lain lumbung lain belalang, psikologi komunikasi
yang terbangun antara bersosial versi klasik berbeda dengan model virtual. Terutama
saat ada kesalahpahaman maksud pesan yang disampaikan, atau ada luapan canda
dan emosi yang tidak sesuai porsi, hal ini akan memicu kondisi yang kurang
menguntungkan. Atau jika terdapat kabar aneh yang beredar, kita akan terprovokasi sehingga melakukan tindakan-tindakan yang destruktif.
Jika pada media sosial versi klasik mungkin bentuk
psikologi yang terbangun, berupa luapan emosi dan bentuk keslahpahaman lainnya,
bisa langsung dilarifikasi lewat kontak raga secara langsung, sehingga masalah
bisa terselesaikan segera, tidak bertumbuh bertumor dan berkepanjangan. Namun
hal ini berbeda jika terjadi pada ruang virtual, kesalahpahaman yang terjadi
dan tidak disambung dan bertemu bertatap muka langsung hanya akan menumbuhkan
rasa benci dan syak wasangka yang tidak-tidak, hal ini jika dibiarkan terlalu
lama hanya akan melahirkan masalah baru.
Maka perlu klarifikasi dan bertemu langsung,
demi mencairkan suasana dan memahami satu sama lain secara utuh (karena melihat
tutur, gerak dan air muka lawan bicara secara langsung akan membuat kita paham
secara komprehensif polemik masalah yang dipersengketakan). Jika permasalahan dalam bentuk beredarnya berita hoax, maka cara untuk mengatasinya adalah dengan membandingkan isu berita melalui beragam portal online yang menyuguhkan berita tersebut.
Bilik Mandiri Syariah, Perpustakaan Riset
Pascasarjana UIN Jakarta, Senin 07 Oktober 2019
0 komentar:
Posting Komentar