Kamis, 15 November 2018

November 15, 2018 - No comments

KESEPAHAMAN HUMANISME DI MATA SELURUH AGAMA



Nabi Saw bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan Akhlak manusia.” Dalam Qur’an Allah memerikan pribadi Rasulullah sebagai sosok yang berbudi luhur lagi mulia, Innaka La’laa Khuluqin Azhim. Tutur kata dan tindak lakunya adalah mutiara yang tersusun indah. Runtut teratur semenjak beliau bangun dari istirahatnya hingga bersiap untuk kembali mengistirahtkan diri.
Sewaktu saya mendiskusikan kitab sunan Abu Daud pada Kitab al-Adab, di sana dijelaskan akhlak-akhlak mulia Rasulullah yang sungguh menyentuh hati. Mulai dari dilarang untuk berghibah, buhtan, hingga fitnah, juga perihal larangan mencari kesalahan dan orang lain dan ancaman membeberkan kejelekan orang lain, semua tertulis secara gamblang dan menyentak.
Sebagai sosok pemimpin agung tentu beliau patut dikatakan sebagai panutan purna. Ajarannya yang dibawa benar-benar memuat nilai kesantunan sosial. Humanism dan konsep Hak Asasi Manusia yang didengungkan belakangan ini tak lain adalah apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah Saw 14 abad silam. Agama yang penuh toleransi dan keramahan ini dsebarkannya oleh beliau sebagai rahmat untuk semesta alam
Islam is not only for muslims. Islam adalah sebuah system kehidupan yang subtansinya tidak hanya cocok untuk orang Islam saja, lebih dari itu, Islam amat relevan dengan segala laku peradaban.
Norma-norma yang diajarkan dalam Islam berupa larangan mencuri, berzinah, meminum minuman keras, mengusik ketenangan orang lain, dan lain-lain adalah norma universal yang seluruh dunia dari berbagai agama sepakat untuk mengatakan bahwa hal-hal demikian adalah tindakan mulia dan dibenarkan oleh akal.
Yang menjadi pembeda adalah masalah akidah. Dalam al-Qur’an disebutkan kemarilah menuju kalimat yang satu, yakni kalimat yang tegas mengatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Bukan berupa ajakan marilah jangan kalian mengikuti kalimat yang satu, kalimat yang berisikan bahwa mencuri itu dilarang.
Mengapa demikian? Karena sejatinya kita semua memiliki kesepahaman terkait humanisme yang disusung dalam ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad sendiri. Soal kode etik kesantunan kemanusiaan semua memiliki keseragaman pemahaman, sisa akidah yang membedakan.
Maka, pandai-pandailah menyikapi perbedaan.
*Catatan reflektif usai mudzakaroh dan diskusi singkat with Mr. Muallim

MASJID LANTAI 2, 27 Februari 2017

0 komentar:

Posting Komentar

Back to top