Agustus 29, 2016 -
Darussunnah,Motivasi,Renungan
No comments


Kisah Pria Berwajah Semringah
Pada suatu pagi saat mentari mulai mengerlingkan matanya ke
hamparan bumi, seorang perjaka bertubuh tinggi semampai tampak keluar dari
rumah dengan wajah semringah. Semalaman ia tidak tidur, mengencani rembulan
dengan detap tuts-tuts keyboard yang tertanam dalam laptopnya. Tugas akhir
perkuliahan yang sebentar lagi menuju tanggal penghabisan dikebut sedemikian
rupa, membuat dirinya seperti kerasukan malaikat intelektual. Penuh gairah.
Meski ia lembur namun ia tetap
segar saat jalanan di depan rumahnya benar-benar ramai menandakan pagi tiba. Diedarkannya
pandangan kepada sekitar. Rumah-rumah berbaris rapi, pepohonan yang tegap
menjulang mengiringi tubuh jalan, dan tentunya, senyum masyarakat yang ramah
dan hangat menyapa. Beberapa orang menyapanya dengan santun, dibalas pula
dengan ungkapan mengindahkan hati, plus sesungging senyum yang menggelayut di
wajah. Indah.
Dalam rumah yang ditinggalinya
hanya ada dirinya dan ayah yang sudah renta. Oleh karena satu dua sebab, ayah
dan ibunya cerai. Ayahnya menikah lagi dengan janda asli Betawi. Tidak serumah,
meski kehadirannya untuk mengajar TK membuat dirinya sellau tandang ke rumah,
karena TK tempatnya mengajar adalah di rumah sang Ayah. Namun, sekali dua kali
dalam seminggu disempatkannya menginap di rumah sang suami. Demikian
sebaliknya.
Yang perjaka itu tahu bahwa
ternyata tidak semua ibu tri itu galak, garang, sebagaimana dipertontonkan
dalam sinetron-sinetron murahan. Ia baik dan ramah. Familiar dan ringan tangan
dalam memberikan bantuan. Sang anak tentu saja senang.
Perjaka itu bernama Aku.
Aku tengah menjalani bangku
perkuliahan di sebuah sekolah tinggi ternama di bilangan Lebak Bulus. Demi
terciptanya fokus belajar, Aku memilih tinggal di sebuah asrama di daerah
Ciputat. Bukan hanya karena ia lebih dekat dengan kampusnya, gairah intelektual
yang berkembang lewat pengajian yang digelarnya membuat ia semakin mampu
mengasah kepribadiannya. Emejing.
Namun, tatkala libur, ia beralih
tempat tinggal di rumahnya di bilangan Bintaro. Kampus libur dan asrama libur. Hmm.
Ia langsung bergegas pulang untuk memperbaiki gizi dan meningkatkan gairah
makan. Biasanya, kalau libur seperti ini, Aku sering mengalami berat badan.
Meski demikian obesitas tak akan
merenggutnya, karena Aku saat di rumah aktif membantu orang tua kerja sebagai
penjaja warung sembako. Semenjak pagi berkibar hingga malam jam sembilan-an,
warung buka melayani kebutuhan masyarakat. Mengangkat galon, memindahkan tabung
gas, dan sebagainya menjadi ganti olahraga yang harus dilakukan.
0 komentar:
Posting Komentar