Agustus 29, 2016 -
Resensi
No comments


Eka Kurniawan
Eka Kurniawan adalah salah satu penulis yang saya kagumi di
era syawal 1437 H. Pasalnya, pada lebaran kali ini, uang yang saya miliki
langsung saya bawa ke Gramedia untuk merasakan salah satu buku beliau berjudul
Corat-Coret di Toilet.
Sebelumnya, saya telah berkenalan dengan beliau lewat buku
O, sebuah novel yang mengisahkan Seekor Monyet bernama O yang jatuh cinta pada
kaisar dangdut, yang dimiliki teman saya. Baru beberapa halaman saja saya
membacanya.
Usai menuntaskan Corat Coret-nya, saya mulai stalking
soal Eka. Beliau ternyata merupakan penulis yang andal. Melalui Novel-nya
berjudul Lelaki Harimau, yang telah diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan
judul Man Tiger, ia mampu menjadi nominasi Man Booker Prize, ajang penghargaan
bakat sastra tingkat dunia di bawah Nobel. Namanya bersanding dengan penulis
papan atas semisal Orhan Pamuk asal Turki, dan lain sebagainya.
Beliau seangkatan dengan Puthut EA, kepala suku Mojok.co. Bukunya
yang sudah beredar adalah Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (Novel,2014)
, Cantik Itu Luka (Novel, 2002), Lelaki Harimau (Novel, 2004), Corat-Coret di
Toilet (Kumcer), Gelak Sedih (Kumcer, 2005), Cinta Tak Ada Mati (Kumcer,
2005), dan O (Novel, 2015). Ia produktif menulis di jurnal
onlinenya, www.ekakurniawan.com
Terkhusus buku Cantik Itu Luka, ia telah
diterjemahkan ke bahasa Jepang, Malaysia, dan Inggris itu mengalam awal yang
buruk. Awal kali mengajukan buku tersebut, beberapa penerbit menolaknya, sambil
mengatakan bahwa buku itu terlalu tebal. Butuh biaya besar untuk memasarkannya
dan jaminan laris di pasar adalah sebuah teka-teki meresahkan. Namun kini buku
itu sukses menunjukkan kecemerlangannya. Horison mengomentari, “Inilah
Novel Berkelas Dunia!”
Tak lama akhirnya saya baca juga bukunya yang lain berjudul
“Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas.” Kisah Ajo Kawir dan teman
sunyinya mengantar kita menuju permenungan yang hakiki akan falsafah kehidupan.
Berikut yang bisa saya rangkum soal kedua buku Eka
Kurniawan, Corat-Coret di Toilet & Seperti Dendam, Rindu Harus
Dibayar Tuntas, yang sukses menemani kesepian saya di libur lebaran 1437 H.
***
Melawan Ketidakadilan
Dengan Rentetan Kisah Inspiratif
Judul : Corat-Coret di Toilet
Penulis : Eka Kurniawan
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2016
Cetakan : Kedua (Cover Baru)
Tebal : 125 Halaman
Buku ini merupakan kumpulan cerita pendek yang
keseluruhannya ditulis pada periode 1999-2000. Ia bukan sekadar kisah, lebih
jauh, ia merupakan jejak sejarah.
Menyaksikan masa lahir buku ini, tak ayal jika kemudian
semangat perlawanan atas Orde Baru begitu kental diurai di dalamnya. Atas
keliahain Eka meramu cerita, buku ini mendapat sambutan baik di kalangan
pembaca.
Setidaknya ada 12 cerita yang dituang di dalamnya. Kesemuanya
apik dan istimewa.
Ada Kisah Peter Pan yang berkisah soal mahasiswa aktivis era
Orde Baru. Semangatnya yang gigih memperjuangkan keadilan di tanah air
tercintanya membuat ia harus menelan pil pahit kehidupan. Segala yang ia
lakukan akan ia lakukan, demi tegaknya kebenaran. Hingga pada akhirnya, saat
orasi yang dilontarkannya kian berpengaruh pada pemerintahan, menggoyahkan
lawan, ia diringkus dan dilenyapkan. Peter Pan, begitu ia disapa, bermakna
sosok yang tak pernah tua. Saat kawan-kawannya meluncur keluar kampus, Peter
Pan tetap menjadi mahasiswa yang setia memperjuangkan moral kekuasaan. Saat ia
tiada, banyak orang menangisinya.
Ada Kisah Dongeng Sebelum Bercinta, menarasikan kisah
Alamanda, gadis cantik yang terjebak penatnya perjodohan ayahnya, sehingga ia
harus merelakan dirinya dinikahkan dengan Kakak sepupunya. Ia mencoba mengelak
untuk disetubuhi suaminya hingga beberapa lama dengan melakukan ritual Dongeng
Sebelum Bercinta. Kisah Alice’s Adventure In wonderland dikisahkannya
begitu lambat. Malam demi malam sebagaimana Syahrazad mengisahkan kisah Seribu
Satu Malam-nya pada suaminya saat ia mencoba mengelak dari kematian.
Ada Hikayat Corat-Coret di Toilet, mengisahkan bahwa
toilet di sebuah tempat menjadi buku harian milik umum. Dinding toilet yang
baru saja di cat dijadikan media pelampiasan. Seluruh lapisan masyarakat
menuang gagasan di tubuhnya. Dari yang penting hingga yang kurang penting. Hingga
saat ada seorang menanyakan mengapa mereka tega mengotori dinding toilet,
kenapa tidak menyampaikannya ke anggota dewan, tentunya dengan pena memagut
dinding, seorang lain akhirnya menimpali, “Aku Tak Percaya Bapak-Bapak Anggota
Dewan. Aku Lebih Percaya Kepada Dinding Toilet”. Dan seratus komentar
dibawahnya mengatakan dengan nada yang sama, “Aku Juga.”
Ada cerita Teman Kencan, mengisakan seorang mahasiswa
aktivis yang hendak malming dan mencari teman kencan. Setelah semua
perempuan yang ia kenal ia telpon, ia ajak untuk mengentaskan kesendiriannya di
malam minggu, ia teringat pada mantan kekasihnya yang meninggalkan ia saat ia
sibuk menjadi aktivis. Merasa diduakan. Ia terpukul karena saat ia ditawari
untuk ke rumahnya, ia puji Ayu, nama kekasihnya, bahwa ia ternyata tambah subur
dan lain sebagainya. dan ternyata, Ayu tengah hamil, tak lama, suaminya keluar.
Memuaikan cita-cita yang dia rangkai.
Ada pula kisah dengan judul di bawah ini :
Rayuan Dusta Untuk Marietje
Hikayat si Orang Gila
Si Cantik Yang Tak Boleh Keluar Malam
Siapa Kirim Aku Bunga
Tertangkapnya Si Bandit Kecil Pencuri Roti
Kisah dari Seorang Kawan
Dewi Amor
Kandang Babi
Yang hingga tulisan ini di post, saya belum juga mampu mendeksiripsinya.
Bersambung....
0 komentar:
Posting Komentar