Desember 26, 2015 -
Renungan
No comments


Menggapai Makna
Ternyata berpikir negatif itu
tidak akan membuahkan apapun kecuali keburukan. Masa depan yang masih
mengambang lebih bermakna jika kita sikapi dengan pikiran optimis, yakin bahwa
semua akan baik-baik saja, asal kita mau berusaha.
Jangan sia-siakan waktu yang anda
miliki, karena waktu merupakan harta yang paling berharga yang dimiliki
manusia. Tidak akan kembali berulang hari-hari yang telah berlalu. Menggunakan
waktu dengan hal-hal bermanfaat merupakan ejawantah dari rasa syukur kita kepada
sang Pemberi Waktu.
Dalam rangka mempermanis
pendistribusian waktu, saya pun kerap mempertimbangkan kegiatan yang akan saya
lakukan. Membaca, menulis, bertutur lembut, serta membahagiakan orang lain
merupakan rentetan aktivitas yang harus saya jalani.
Saat ini tengah tergenggam dalam
tangan saya sebuah buku dengan judul Bahagiakan Dirimu Dengan Membahagiakan
Orang Lain gubahan Jonih Rahmat. Sebuah buku berisi refleksi
kehidupan yang dialami penulis dan dikait-kaitkan dengan hikmah yang bisa
dipetik dari pengalaman tersebut. Melalui bahasa yang lugas, dipadu dengan
kearifan penulis soal keagamaan dan falsafah kehidupan, buku ini menjadi renyah
dan ringan dibaca, tanpa meninggalkan sisi bernas yang hendak dikemukakan.
Kalau boleh saya menilai, buku
ini sebenarnya berangkat dari pengalaman pribadi yang ditulis dengan teratur
dan berkala. Satu yang membuat buku ini menjadi istimewa adalah kepandaian penulis
dalam meraih sinyal pelajaran dari sebuah peristiwa yang dilakoni.
Hal demikian memancing saya untuk
terus berkarya. Belakangan ini stamina menulis saya agak mengendur, entah
karena apa. Di satu sisi saya tetap sadar bahwa ini merupakan malapateka yang
harus dijauhi. Kebetulan saya menemukan buku ini di rak buku, berhimpitan di
antara buku-buku bacaan lain. Saya mulai membuka lembaran dan menikmati uraian
bijak di dalamnya. Saya tergerak.
Atas dasar itu saya mencoba
menggalakkan daya baca dan menulis saya. Saya berikrar bahwa dalam hari yang
saya tapaki tidak boleh ada kealpaan menambah wawasan melalui membaca serta
pelampiasannya dalam bentuk tulisan. Mengaca kepada buku karya Jonih Rahmat
tersebut saya teringat dengan sebuah ayat “Wahai Tuhan kami, tidaklah
engkau ciptakan sesuatu di muka bumi ini dengan sia-sia.”
Penulis juga menceritakan dalam
bukunya bahwa ia, awalnya, bukanlah seorang penulis yang pandai merangkai kata.
Kemampuan menulisnya baru ia dapatkan baru-baru ini, begitu selorohnya. Akibat kegighan
berlatihnya.
Tadi pagi, kira-kira jam empat
pagi, dalam perjalanan saya dari Bintaro menuju Ciputat, saya menyempatkan diri
membeli Koran Kompas. Usai merogoh kocek 4.000, koran saya masukkan ke dalam
tas, dan saya kembali melesat membelah pekatnya malam.
Bukan tanpa alasan gairah saya
membeli koran timbul barusan, pasalnya, kemarin, saat saya menjumpai Gramedia,
saya temukan sebuah buku dengan judul “50 Tahun Kompas Memanggungkan
Indonesia”, pada halaman 210 dengan judul “Kompas Merawat Toleransi,” dengan
penulis Zuhairi Misrawi.
Dalam uraiannya tentang sepak
terjang Kompas mengawal serta merawat toleransi di bumi pertiwi ini,
diselipkannya di dalam bahwa “merupakan salah satu cara menjadi penulis adalah
dengan rajin mematuti kabar Kompas dari halaman awal hingga halaman akhir,”
demikian ungkapnya.
Ciputat, 21 Desember 2015
0 komentar:
Posting Komentar