September 14, 2015 -
No comments


Wawasan Dari Para Dosen
Anda
bertanggungjawab atas setiap huruf yang anda tulis. Ini adalah bagian dari
amanat ilmiah.
Ambillah
rujukan dari rujukan yang otentik klasik.
Jika engkau
mengambil pendapat orang lain cantumkanlah dalam footnote.
Jangan
bersandar kepada sanad yang lemah dalam periwayatan.
Bicaralah
dengan lantang dan tegas, sehingga mampu meyakinkan pendengar.*
Omar Buhail
(24), peserta MTQ Internasional asal Belanda, mengatakan, “Untuk menjadi muslim
yang baik, harusnya bisa mengatur waktu.” (Republika, 08 Sep 15) hal. 24
*Pak Kyai, Selasa 8 Sep 15
Jika ingin
memahami Quran-hadis secara tekstual saja pergilah ke tempat dimana Qur’an dan
hadis itu diturunkan. Sebuah Teks harus dikawinkan dengan budaya yang berlaku
dimana kita hidup. (Syarif Rahmat)
Imam
Ghazali mengatakan, “Belajar ilmu agama itu wajib ain sedang belajar ilmu dunia
(Semisal ilmu kedokteran dan lain sebagainya) adalah wajib kifayah.” Imam
Ghazali memang mengatakan demikian, namun mari pahami konteks yang
melatarbelakangi beliau mengatakan
demikian.
Hal itu
diucapkan lantaran Imam Ghazali merasa khawatir lantaran ilmu agam tidak lagi
diindahkan, orang mulai sibuk dnegan penemuan-penemuan ilmiah yang memukau
sejarah. Maka, Ihya Ulumu ad-Din, yang artinya menghidupkan kembali
ilmu-ilmu agama, datang sebagai obat atas merebaknya penyakit berikut.
Adapun
sekarang, maka umat Islam hukumnya wajib untuk mendalami keduanya. Hal ini
karena kita menyaksikan bahwa baik ilmu agama maupun dunia, keduanya sudah
tidak lagi diindahkan oleh umat Islam. Lanjut bu Nur Rofi’ah, seorang dosen
mata kuliah “Qur’an & Sains” di PTIQ semester 5.
Teori
Latahisme : Yakni umat Islam saat mendapati temuan-temuan orang Barat dalam
bidang ilmiah, responnya hanya dengan mengatakan “Itu kan sudah ada di Qur’an.”
Sudah begitu saja, tanpa harus terlibat menemukan ayat-ayat Tuhan yang
dibentangkan Tuhan di alam raya.
*Bu Nur Rofiah, Selasa 8 Sep 15
0 komentar:
Posting Komentar