September 28, 2015 -
No comments


Masa Muda, Masa Puncak Kreasi
Masa muda adalah masa yang berapi-api, demikian
ungkap bung Roma dalam satu lagunya. Berikan aku sepuluh pemuda, akan aku
guncangkan dunia! Demikian ungkap Bung Karno dalam lengking pidatonya. Memang
benar demikian, masa muda adalah babak dimana seluruh raga berfungsi secara
maksimal. Masa-masa segar yang tak tertandingi adalah masa muda.
Berbeda dengan pra-muda yang seluruh inderanya masih dalam
tahap pertumbuhan, ataupun pasca-muda, masa dimana tubuh sudah mulai ringkih
dan kerap terjangkit penyakit, masa muda hadir sebagai momen dimana kekuatan
yang ada dalam tubuh benar-benar meletup begitu kencang. Seperti air yang
mengalir di sungai-sungai pegunungan, masa muda adalah gambaran betapa tengah
derasnya sungai mengalir.
Seseorang mempunyai harapan tentang pencapaian hidup. Anggap
saja semua itu tengah ditaruh di balik dinding di hadapannya, tembok itu representasi
dari onak yang wajib dilaluinya, untuk merengkuh cita-cita yang tertanam dalam
jiwa ia harus meluluhlantakkan tembok di depan batang hidungnya.
Dan, masa muda adalah masa dimana ia tengah menggenggam palu
godam nan kuat yang berfungsi untuk mendobrak sekat yang menghadang. Amat
sayang jika saat kita tengah memilikinya, kita malah terlena pada hal lain yang
menipu. Harapan yang gemilang dihadapannya, disertai sebuah alat untuk
memudahkan ia mencapai harapan tersebut, disia-siakannya begitu saja. Bukankah
ini tindakan yang amat merugikan? Tidak-kah dia telah meremehkan anugerah
terbesar Tuhan yakni waktu dan kesempatan untuk menyongongsong harapan? Demikianlah
potret anak muda masa kini.
Energi yang ekstra itu selayaknya didistribusikan untuk
aktivitas bermanfaat. Jangan malah dibuang begitu saja, tanpa disaring saripati
yang terkandung di dalamnya. Mensinergikan daya masa muda yang begitu besar
dengan angan-angan yang menggiurkan adalah tindakan berani dan amat patriotis. Berani
melawan menghentak pintu keraguan akan masa depan. Patriotis karena mampu
menjadi pahlawan untuk diri sendiri. Menyelamatkan diri dari jurang kenestapaan
masa senja yang akan menghempaskan ia dan harga dirinya.
Berjuang! Meski kita tidak segera menyaksikan buah hasil
yang kita kerjakan. Yakinilah jika kita mengerjakan hal positif maka akan
berbuah manis. Dan jika kita melakukan kegiatan yang bermakna negatif, maka
kita tak akan mendapatkan apa-apa selain dari apa yang kita tanam, yakni
keburukan. Yaknilah, Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai kaum
tersebut mengubah nasibnya sendiri. Allah menetapkan akibat setelah sebab. Ada
hukum kausalitas yang berlaku. Ada sunnatullah yang terus mengawali
gerak-gerik kehidupan manusia.
Sibukkan diri dengan belajar dan merenungi ayat-ayat
semesta. Tangkap yang tersirat lalu patri di palung hati. Agar kelak menjadi
sumbu cahaya yang menerangi setiap apa yang kelaur dari hati, yakni perasaan
dan pikiran kita mengenai kehidupan. Camkan itu.
Kita hidup dimana paham materialistis telah mengendap kuat
dalam doktrin pribadi. Kita bernafas dimana semangat spiritualitas telah
mengalami dekadensi cukup parah. Ini bukan musibah yang harus kita sesali dan
kita ratapi. Ini adlah tantangan untuk kita melibas paham-paham demikian dalam
pola pikir kita. Paradigma yang sehat harus tetap terwujud dan terpelihara, Wahai
Anak Muda!
Langkah terbaik untuk mewujudkannya adalah dengan mendalami
agama secara teratur. Materialistis, yakni terlalu memandang semesta dari kulit
luarnya saja adalah tindakan yang membahayakan, membuat kita buta akan makna
dan pesan yang tersimpan di baliknya. Minimnya spiritual di hati, yakni
berusaha memisahkan Tuhan dari khazanah kehidupan, tidak melibatkanNya pada
setiap aktivitas adalah usaha bunuh diri. Dan agama lah yang mampu menjadi
penawar atas kebobrokan tersebut.
“Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah Swt kebaikan,
maka akan diberikannya pemahaman mendalam tentang agama.”
Darus-Sunnah, 18 September 2015
0 komentar:
Posting Komentar