Agustus 06, 2015 -
No comments


Notes From "Menuju Dialog Teologis Kristen-Islam" Karya Bambang Noorsena
Dalam perbincangan hubungan agama-agama, pemikiran teologis
sampai saat ini masih dipercaya sebagai sebuah kunci untuk membuka hati
penganutnya guna memupuk kesadaran ideologis. (dr. Komaruddin Hidayat)
Dalam kristen Ortodoks ada dua aliran, Kristen Kalsedonia
dan Non-Kalsedonia. Kristen Kalsedonia meliputi kristen-kristen yang ada di
barat (Roma, Yunan, dll). Adapun yang non Kalsedonia adalah meliputi kristen di
Syria dan Koptik Mesir.
Para penganut kristen Non Kalsedonia adalah yang terbebas
dari heresy (kesesatan), dimana penganutnya masih setia memegang
ajaran-ajaran lama gereja. Aliran kristen ini populer di kalangan akademis
Indonesia sebagai “Kristen Santri,” sebagai kita pahami bahwa santri adalah
interpretasi dari penganut ajaran yang memegang teguh literatrur klasik sebagai
sandaran beragama.
Dan memang, jika ditelisik lebih dalam, kita dapati bahwa
ada semacam kesamaan ajaran yang terkandung antara Kristen non-Kalsedonia
dengan Islam. Dalam Islam adalah ritual shalat 5 waktu, sedang dalam ritual
kristen Non Kalsedonia ada shalat 7 waktu (Sab’u shalawat). Dan ternyata
7 waktu shalat tersebut senada dengan waktu shalat agama Islam, yakni Subuh,
Dhuha (jam 9 pagi), Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya, Tahajud (jam 12 malam).
Penganut ajaran kristen non Kalsedonia sejalan dengan Islam
dalam menyanggah pernyataan Injil tentang trinitas. Dalam literatur klasik
didapati bahwa Isa adalah utusan Allah yang dlahirkan oleh Perawan Maryam,
bukan sebagai Putra Allah.
Setiap agama memiliki klaim-klaim eksklusif yang jika
dibawakan secara vulgar akan menjadi pemicu kesenjangan hubungan antar agama.
Di ruang pengadilan Pakistan (1984) kesaksian seorang pria
kristen bernilai separuh pria muslim.
Isa al-Masih bersabda : “
Akulah terang dunia. Barangsiapa mengikuti Aku, ia tidak berjalan dalam
kegelapan tetapi memperoleh terang hidup.” (Yohanes 8 : 12)
Pernyataan di atas yang dijadikan legitimasi oleh orang
kristen sebagai pemilik agama paling benar adalah ambigu. Bagaimana bisa mereka
menerima Injil sebagai kitab suci, namun mereka mengimani sebagian dan
mengingkari sebagian yang lain. Mereka imani ajaran yang mendukung hawa nafsu
mereka namun meninggalkan ayat-ayat yang memberangus tindak-tanduk keinginan
mereka. Termasuk soal pelarangan LGBT, pelarangan minum Khamr, dan kepercayaan
bahwa otoritas Nabi Isa sudah tergantikan saat Nabi Muhammad Saw tiba ke muka
bumi. (pen)
Prof. Dr.
Nurcholis Majid berkata : Islam itu semakin jauh dari pusatnya (Timur
Tengah) semakin fanatik. Cak Nur mencontohkan kasus umat Islam di Pakistan,
Malaysia, Indonesia dalam mengucapkan selamat Natal menjadi suatu masalah.
Padahal, hubungan kekerabatan Islam-Kristen di negara-negara Arab : Mesir,
Palestina, Syria, Libanin tidak mempermasalahkan hal-jal demikian.
Bukti toleransi beragama yang terjadi di negeri-negeri Arab
salah satunya adalah apa yang dilakukan oleh presiden Palestina, Yasser Arafat.
Dimana beliau setiap akhir tahun pergi ke Gereja Kelahiran Yesus (Kanisah
Al-Mahd) di Bertlehem, berpidato dalam bahasa Arab lalu mengucapkan selamat
Natal “Kullu Amin Wa Antum Bikhair,” “Setiap tahun kiranya antum selalu baik.”
Begitupun dengan syaikh Al-Azhar yang jika tiba hari raya
Paskah mereka berkunjung ke Anba’ Al-Muazhim Sehnuda III, Patriarkh
Iskandariyah dan pemimpin tertinggi Gereja Koptik Mesir, seraya mengucapkan
kata selamat begitupun dari pihak gereja
yang kembali mengucapkan selamat jika tiba hari-hari besar Islam
Kajian Kritik Atas Gagasan Bambang Noorsena dalam Menuju
Dialog Teologis Kristen-Islam
Keempat periwayat Injil, Markus, Yohanes, Lukas, Matius,
mengisahkan perjalanan spiritual Nabi Isa hanya dengan terbatas. Di dalam Injil
hanya dikisahkan saat-saat Yesus dilahirkan, disunat pada umur 8 hari dan
diserahkan ke Bait Allah. Ia kembali muncul di Bait Allah yang sama pada umur
12 tahun. Yesus tampil di muka umum pada umur 30 tahun. Maka jarak yang tidak
dikisahkan di dalam Injil, yakni antara umur 12-30, berkisar kira-kira 18
tahun, itu disebut dengan Silent Period atau the Lost Yeras Of Jessus.
Dengan tidak dikisahkannya perjalanan tersebut di dalam
Injil, maka terbuka peluang untuk bermunculnya beragam tafsir yang dilakukan
oleh pihak-pihak Gereja. Antara satu dan lainnya sama-sama berusaha untuk
membuat rekaan apa yang dilakukan oleh Nabi Isa dalam rentang 18 tahun itu
Bambang Noorsena kemudian mengutip sebuah contoh kisah-kisah
yang dianggap apokrif dan dijadikan rujukan oleh ahlul bid’ah pada Injil
al-Tufuliyah (Arabic Gospel Of Infancy) yang berasal dari abd ke 7 masehi.
Dalam buku ini dikisahkan bahwa Nabi Isa saat berada dalam buaian mampu
berbicara “Akulah Yesus, Putra Allah,” kata bayi Yesus kepada ibunya, “yang
dilahirkan sebagai berita gembira dari Malaikat Jibril kepadamu dan aku
diutus untuk keselamatn dunia.”
Terlepas dari subtansi perkataan yang diucapkan oleh Yesus
pada masa bayi itu, Nabi Isa memiliki suatu kemukjizatan yang melekat dalam
dirinya, salah satunya adalah mampu untuk mengatakan “Aku adalah hamba Allah,
aku diberikan kita dan Dia telah menjadikanku Nabi,” pada saat masih dalam
buaian ibunya tercinta, Maryam As.
Maka tuduhan yang dilayangkan oleh Bambang Noorsena yang
mengungkapkan bahwa Nabi Isa bisa berbicara pada masa bayi adalah kisah yang
apokrif adalah tidak benar dan bertentangan dengan apa yang digambarkan oleh
Al-Qur’an.
Jakarta, 25 Juli 2015
0 komentar:
Posting Komentar