Juli 05, 2015 -
No comments


Takhrij Hadits Menurut Imam Besar Istiqlal Jakarta
السلام عليكم ورحمة الله وبركا ته
Hadits dengan ribuan kejaibannya menjadikan para pengkajinya tak kunjung
puas dan belum lagi mencapai titik klimaks yang bisa menginterpretasikan khazanah
hadits secara keseluruhan. Sebagai sumber pengambilan hukum nomor 2 pasca
al-Qur’an, hadits dinilai sebagai suatu hal yang sakral, yang ajarannya
senantiasa dari tahun ke tahun selalu terpelihara dan terjaga, telah disebutkan
dalam buku sejarah, bahwa ribuan ulama dan cendekia yang dengan semangat
membara serta pengabdian penuh keikhlasan, menghabiskan waktu dalam hidupnya
untuk berkecimpung melelahkan diri demi memperkaya khazanah ilmu hadits.
Di antara langkah pemeliharaan eksistensi hadits adalah dengan cara
memahami takhrij hadits, mengeluarkan hadits dari akar-nya, serta mengetahui
metode dan tata cra memahami hadits dengan benar. Ma’had Darus-Sunnah, sebuah
institusi khusus pengkaji hadits yang berlokasi di Ciputat, menghelat sebuah
acara yang bertema demikian. Bekerja sama dengan lembaga semi otonom bernama
Lembaga Kajian dan Riset Rasionalika (Lemkaris Rasionalika), Darus-Sunnah
mengadakan acara ini terhitung sejak 22-4 mei 2015 tepatnya di Masjid Munirah
Salamah di Mahad Darus-Sunnah yang pesertanya berjumlah kira-kira seratus lebih
terdiri dari mahaiswa berbagai institusi perguruan tinggi di Jakarta seperti
UIN, PTIQ, IIQ dan lain sebagainya.
Tadi pagi ( Sabtu 23 Mei 2015), dalam sebuah rentetan acara ini, tampil
seorang Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta yang sekaligus menjabat sebagai Khadim
Ma’had Darus-Sunnah Ciputat, Prof. Dr. KH. Ali Musthafa Yaqub, MA, sebagai
pembicara dengan tema “Metode Memahami Hadits Dengan Benar”.
Dengan penuh antusias, peserta pelatihan “Relevansi Takhrij Di Masa Kini &
Metode Memahami Hadits Dengan Benar” ini, mendengarkan dengan saksama apa yang
dituturkan oleh seorang ahli hadits Indonesia ini. Dan saya, selaku panitia,
juga ikut menyimak dengan perhatian ekstra apa yang beliau paparkan. Semua itu
saya abadikan dengan beberapa catatan, yang antara lain sebagai beikut,
Ada 3 jenjang dan tingkatan dalam
horizon ilmu hadits :
Yang pertama adalah Musthalah, pembahasan ini berkutat
seputar teori dan istilah-istilah dalam ilmu hadits. Contohnya adalah
penguraian tentang apa itu hadits shahih, bagaimana kisi-kisinya, serta apa
syarat yang harus dipenuhi dalam hadits hingga pantas disebut shahih. Disiplin
ilmu ini yang banyak tersebar di institusi-institusi perguruan tinggi di
Indonesia.
Yang kedua adalah Takhrij Hadits, dalam hal ini kita
diajak untuk mengetahui hadits sampai ke akar-akarnya. Hadits-hadits yang
tersebar di berbagai kitab-kitab keagamaan haruslah diverifikasi terlebih dahulu
keautentikannya, harus ditakar ke shahihannya sehingga bisa dengan jelas diketahui
bahwa hadits tersebut adalah bersal dari Nabi dengan jalur yang otoritatif,
bisa dipertanggungjawabkan dan bisa diamalkan. Ataupun membongkar kebobrokannya
jika ternyata didapati bahwa hadits tersebut telah sampai kepada taraf
pemalsuan atas nama Nabi Saw.
Yang ketiga adalah metode memahami hadits dengan benar.
Hadits yang datang dari Rasulullah Saw., amat beragam dan tak bisa dipahami
dengan akal telanjang. Dalam satu hadits dijelaskan bahwa umat Islam diperintah
untuk membunuh seorang yang kafir sampai
ia mengucapkan syahadat, namun dalam hadits lain diungkapkan bahwa kita tak boleh
menyakiti orang non-muslim. Kenyataan seperti ini jika dipahami dengan
pemahaman yang dangkal dan minim pengetahuan hanya akan meghasilkan sebuah ijtihad
yang nihil, dan berpotensi melahirkan interpretasi subtansial yang salah dari
maksud hadits itu sendiri, sehingga dengan demikian bisa lahir gerakan semacam
ISIS, Radikalisme kelompok dan lain sebagainya, yang memahami teks teks
keagamaan hanya setengah-setengah saja.
Butuh metode tertentu yang mampu mengatasi problem trsebut, ada tata cara
dan kitab pegangan untuk menanggulangi permasalahan yang cukup pelik ini. Dan
pak Kyai Ali Mustafa Yaqub mengatakan bahwa mempelajari ini adalah hal yang
signifikan dan urgen, wajib dimiliki bagi seorang muslim yang mendambakan
pemahaman hadits yang sehat dan tidak keluar dari koridor subtansial Islam
selaku agama yang penuh dengan rahmat.
Demikian 3 jenjang yang ada dalam tataran khazanah hadits. Yang pertama
adalah yang sudah marak diajarkan di berbagai lembaga pendidikan, maka harus
senantiasa dipertahankan dan dikembangkan. Yang kedua dan ketiga masih hal yang
ambigu di tatanan kurikulum keagamaan di berbagai institusi, merupakan tugas
kita bersama untuk memperkenalkan hal ini kepada khalayak masyarakat, sehingga
umat muslim mampu memahami agamanya secara kaffah dan paripurna.
Kemudian beliau mengisahkan sedikit tentang potongan perjalanan mencari
ilmunya di Saudi Arabia. Menuturkan bahwa ketika sudah ditentukan siapa-siapa
yang sudah masuk ke Universitas Madinah Islamiyah yakni sejumlah 300 orang,
hanya 4 orang yang berani masuk ke fakultas Ilmu Hadits. Ketika ditanya mengapa
dari jumlah sebanyak itu hanya 4 orang yang masuk ke sana, mereka yang tidak mengikutkan
diri masuk ke fakultas Ushuluddin mengatakan bahwa mereka tidak mampu jika
nanti disuruh untuk menghafal tahun wafat orang se-Madinah!
Sejenak sesudah menceritakan kisah perjalanannya, Pak Kyai mengatakan bahwa
diantara ciri-ciri orang yang mendalami hadits adalah berani mengkritik dan
siap dikritik. Kajian hadits, mulai awal kelahirannya sampai menua di masa
kini, kaya akan penelitian. Sarat perbedaan pendapat, dunia hadits dunia yang
ramai kritik, semua berhak untuk menyuarakan kebenaran, semua berhak untuk
menghilangkan keraguan yang hinggap dalam dunia hadits. Maka mengkritik dan
dikritik merupakan bagian yang tak tak terpisahkan dalam kajian ini.
Dengan tutur kata yang jelas sekaligus menggetarkan, Pak Kyai bercerita tentang
keutamaan Ummu Aiman, seorang perempuan paruh baya yang mengurusi Nabi pasca
wafatnya Abdul Muthallib, kakek beliau. Kemudian dikisahkan pula cerita dan
sepak terjang Anas bin Malik, sang pembantu keluarga Rasulullah Saw. betapa
keduanya, yang merupakan sama-sama sebagai pembantu dalam kehidupan Rasulullah
Saw., namun oleh Allah tinggikan derajat mereka sedemikian mulia.
Ia bukanlah pembantu kerajaan ataupun pengabdi seorang kaisar yang memiliki
tanah kekuasaan setengah bumi, mereka adalah pembantu Rasulullah Saw., pengabdi
sekaligus kekasih-nya, namun Allah Swt angkat derajatnya jauh melebih seorang
raja dan kaisar sekalipun! Hingga kini, tertulis ataupun terucap, jika menyebut
nama mereka (para pembantu Rasulullah Saw) selalu diiringi dibelakangnya kalimat
“Radhiyallahu Anhu/Anha”, “Semoga Allah Meridhai-Nya!”. Sungguh betapa
agung dan mulianya pangkat itu!
“Maka, apakah kita bisa menjadi seperti mereka, menjadi kalangan yang
semoga saja diridhoi Tuhan?” Dengan nada suara yang agak mengecil, seakan
runtuh tangisnya, beliau (Pak Kyai) menjawab : “Bisa!”, dengan nada yang
mengguntur
Salah satunya adalah dengan cara mencemplungkan diri menjadi seorang yang
bergelut dalam kajian hadits. Menjadi pengkaji hadits yang punya nalar kritis,
menyebar hadits shahih dan memberantas habis segala macam pemalsuan atas nama
Nabi Saw. membela keautentikan sunnah-nya dari tangan-tangan jahil yang hendak
menodainya.
Dan anda, yang mengikuti pelatihan relevansi takhrij masa kini dan metode
memahami hadits dengan benar, bisa jadi termasuk dalam barisan mereka, para
pengkaji hadits sekaligus menjabat sebagai pembantu Rasulullah Saw., yang
semoga saja, dengan demikian, derajat kita di angkat oleh Allah Swt sebagaimana
Allah mengangkat derajat para sahabat dan pembantu Rasulullah Saw yang rela
mengabdikan dirinya untuk mengabdi menjunjung tinggi kalimat Allah Swt lewat
bidang satu ini, yakni sebagai pemelihara Sunnah-nya di tengah gempuran musuh
yang berniat untuk menghancurkannya.
Wallahul Muhdi Ila Ahdas-Sabiil,
Sabtu, 23 Mei 2015. Darus-Sunnah, asrama kamar 4. 23:17
السلام عليكم ورحمة الله وبركا ته
0 komentar:
Posting Komentar