April 16, 2015 -
No comments


اللهم انا نعوذ بك من الهم و الحزن...
السلام عليكم ورحمة الله وبركا ته
Ya Allah kami berlindung kepada-Mu dari
kegalauan dan kesedihan.
Ya Allah kami berlindung dari sifat lemah dan
pemalas.
Ya Allah kami berlindung dari sikap pengecut
dan kikir.
Ya Allah kami berlindung dari lilitan hutang
dan kejahatan seseorang.
Do’a ini terkadang atau mungkin seringkali
kita dengar dari seorang imam jama’ah di surau-surau di negeri kita. Kandungan maknanya yang memukau membuat kita
ingin terus memanjatkannya setiap saat, berharap bahwa Allah semoga mengabulkan
do’a para hamba-Nya yang tengah memelas meminta rahmat dan kasih sayang-Nya.
______________________________________________________________________________
Ya Allah kami berlindung kepada-Mu dari
kegalauan dan kesedihan.
Pada baris pertama berisi unjuk kemelasan kita
di hadapan-Nya. Siklus kehidupan Manusia yang ramai dengan tumpang-tindih
permasalahan amat berpotensi menjadikan manusia mengalami kegalauan dan
kesedihan. Berbagai pelik kehidupan terkadang tidak seimbang dengan kebahagiaan
yang datang menghampiri.
Sebenarnya jika kita sudah arif dengan
kehidupan, permasalahan yang tiba itu menjadi tidak begitu menyakitkan. Tidak
ada manusia yang tidak tertimpa musibah, malah aneh jika hidup ternyata hanya
berjalan mulus tanpa masalah. Maka ini adalah urusan hati.
Saat kita meminta kepada Allah dengan ucapan
ini sejatinya kita mengharap bahwa Allah sudi kiranya mengingat kan kita saat
tertimpa sebuah kepelikan hidup untuk selalu menggantungkan dan mengaitkan diri
dan pikiran kepada Allah, Sang Pemecah Solusi.
Memohon diri agar saat musibah melanda hati
menjadi ingat kepada-Nya. Sehingga jika sudah demikian, saat kita paham betul
bahwa Allah tak mungkin bermaksud menyengsarakan hamba-Nya lewat perantara
musibah tersebut. Malah, jika kita meresapi makna ujian, justru itu adalah
bukti bahwa Allah masih sayang kepada hamba-Nya. Tak ada kegundahan dan
keresahan. Semua akan berbuah hikmah.
Mengapa demikian? Manusia yang terkadang
menjadi raja bagi dirinya sendiri seringkali bertindak di luar batas. Sombong
dan tak jarang membusungkan dadanya. Hartanya melimpah dan wanitanya
membeludak. Ia bertindak tidak senonoh ; menghamburkan harta dan tidak pernah
bersedekah memaklumi kefakiran kaum lemah.
Maka pada saat demikian Allah menurunkan
musibah kepadanya. Ia menderita kanker. Ludes, harta melimpah yang ia punya tak
lagi bisa ia nikmati. Fasilitas yang meruah kini hanya tinggal pajangan.
Bagaimana dia bisa menikmati, kalau untuk jalan tegak berdiri saja ia kesusahan
setengah mati? Pada saat itu ia insyaf, bahwa ternyata begini, begini, begini.
Hidup itu harusnya begini, begini, begini. Musibah ternyata menjadikan dirinya
lebih baik. Allah telah menegurnya lewat musibah yang dialami, mengembalikannya
menuju jalan yang diridhai.
Darus-Sunnah, Rabu 15 April 2015. 18:48
______________________________________________________________________________
Ya Allah kami berlindung dari sifat lemah dan pemalas.
Melangkah ke baris kedua, kita memelas dan menghinakan diri dengan
menyebutkan dua sifat alami manusia yang rapuh. Menjadi lemah dan pemalas.
Menginsyafi dalam batin bahwa dua sifat ini, lemah dan malas merupakan dua
diantara beribu penyakit yang menjangkit manusia, yang jika dibiarkan akan
menjadi borok, dan lama kelamaan bisa menjurus pada luku serta berujung pada kelumpuhan.
Menjadi lemah
bisa bermakna banyak. Lemah tatkala terkena musibah. Lemah terhadap godaan.
Lemah terhadap ujian. Lemah saat mendapati kemewahan. Lemah jika berhadapan
dengan kefakiran. Lemah saat menyikapi permasalahan. Lemah saat mendapat
tantangan. Dan masih banyak lemah lainnya. Manusia sarat kelemahan, dan karena
demikian mungkin kita dinamakan manusia. Tapi, di tengah sekian banyak
kelemahan yang menjadi stigma eksistensi manusia, tidak menjadi alasan bagi
kita untuk menjadi lemah.
Buktinya do’a tersebut. Kita berharap untuk menjadi kuat dan tegar.
Kukuh saat terhempas badai. Gagah menangkis terjang permasalahan. Sigap
menghalau godaan yang menggiurkan namun mematikan. Tegap dan tidak doyong.
Meski demikian, kita tetap lemah Dalam beberapa hal, kita insyafi diri yang sebagaimana tersurat dalam al-Qur’an sebagai makhluk yang lemah. Khuliqol Insanu
Dho’ifan. Maka dari itu kita tak layak sombong. Kita tak akan pernah bisa
membakar bumi dan melampaui pegunungan yang menjulang. Camkan itu.
Semoga Allah berikan kekuatan untuk kita sebagai sangu umtuk
mengarungi kehidupan yang sarat liturgi dan turbulensi.
Dan jangan masukkan kami dalam barisan para pemalas!
Ayah saya pernah berkata kepada saya : Lebih baik bodoh daripada
malas. Orang yang bodoh jika dia rajin masih ada kemungkinan untuk menjadi
hebat dan berpotensi. Lain halnya jika ada orang yang sudah dihinggapi rasa
malas. Sepintar dan se berbakat apapun dia, jika dia adalah pemalas, maka tak
akan membuahkan apa-apa kecuali kesia-siaan belaka.
Malas ialah penyakit akut yang menjerat manusia. Ia menjadi batu
raksasa yang menghalangi jalur anda menuju kesuksesan. Atas dasar demikian,
maka seringkali kita dapati seorang yang tidak pandai-pandai amat IQ nya namun
rajin ia menjadi orang. Namun banyak juga kita dapati orang yang secara
IQ dapat nilai lebih, namun lantaran ia malas, ia gagal menjadi orang.*
Darus-Sunnah, Rabu 15 April 2015, 22:29
*Bersambung
السلام عليكم ورحمة الله وبركا ته
0 komentar:
Posting Komentar