April 01, 2015 -
No comments


April 2015
السلام عليكم ورحمة الله وبركا ته
April 2015
menjadi momen istimewa bagi saya, karena pada bulan ini kakak perempuan atau mbak
saya akan melangsungkan pernikahan pada tanggal 4 April nanti, bertepatan
dengan tanggal ulang tahunnya.
Segenap tetek
bengek pernikahan diperisapkan jauh-jauh hari. Mengingat bahwa hal ini adalah
acara yang besar dan bakal dikenang sepanjang sejarah, maka wajar kiranya kalau
kami sekeluarga bekerja dan terus bekerja dengan skala lebih dari kerja di
hari-hari biasa.
Permasalahan
adalah barang wajib yang bakal hadir dalam rentetan peristiwa yang dijalani
manusia. Demikian dalam masalah pernikahan ini, meski sempat terjadi beberapa
konflik yang sedikit memanas, namun karena ia dihadapi dengan kepala dingin dan
hati yang lapang, masalah pun teratasi, dan semua menjadi adem-ayem kembali.
Betapa dari
berbagai perisapan yang dilakukan demi perhelatan acara ini saya menangkap
beberapa pelajaran yang berharga. Ada beberapa hal yang memang harus
dimatangkan oleh siapa saja yang hendak melanjutkan langkahnya menuju kursi pelaminan.
Berikut adalah hasil tilik-tilik saya atas belakangan yang terjadi di sekitar.
Kematangan
Kedewasaan : Syarat pertama yang harus dipenuhi bagi kawula muda
pendamba pelaminan adalah mampu bersikap dewasa, tidak kekanak-kanakan. Dewasa
dalam artian bisa mencakup penampilan maupun saat bertidak mengatasi sebuah
permasalahan.
Dewasa dalam
penampilan maksudnya mampu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi. Jangan
maunya tampil sebagai penganut paham konsumerisme jika uang untuk mengepulkan
periuk di dapur saja tidak becus. Nanti, anak-istrinya mau dikasih makan apa?
Dikasih cinta saja? Makan tuh cinta!
Dewasa dalam
menghadapi permasalahan adalah dengan tidak mengandalkan emosi dan otot saja,
libatkan hati, akal, serta agama untuk memecahkannya. Yakin dan sadari betul
bahwa tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, jika kita mau berusaha
untuk mencari jalan keluar dan menyudahinya.
Bahtera rumah
tangga telah dikenal oleh sejarah penilain manusia sebagai ranah kehidupan yang
pelik dan butuh kedewasaan yang hakiki untuk menjadikannya sebagai hidup yang
sakinah mawaddah wa rahmah. Meyatukan dua paradigma manusia yang berbeda
bukanlah pekerjaan mudah. Maka butuh alat penyatu kesenjangan pradigma berpikir
dua insan berbeda yang kini telah hidup bersama satu atap satu hembusan nafas :
Agama. Agama menjadi titik penerang di saat masalah datang menyergap.
Kematangan
Harta : Uang memang bukan segalanya, tapi segalanya membutuhkan uang (meminjam
kata-kata Ust. Deki, pengajar Ekonomi kelas 1 Ma PP. Al-Amien Prenduan, tahun
2009). Uang sudah menjadi barang primer dalam kehidupan manusia, setiap hari
dicari, setiap minggu ditunggu, setiap bulan di harap-harapkan.
Sudah bukan hal
rahasia kalau uang ternyata mampu menjadi indikator kemakmuran hidup. Kita
saksikan banyak sekali rumah tangga yang hancur berantakan lantaran harta yang
mereka punya tidak mencukupi kebutuhan. Namun, sekali lagi, uang bukanlah
segala-segalanya, ada memang beberapa keluarga yang tidak terlalu terpengaruh
untuk menuju kehancuran dalam masalah ini, kekurangan harta.
Namun tetap
saja, uang terbukti menjadi pendukung jalan menuju kesejahteraan hidup dan
berkehidupan. Persiapkan dari sekarang, mumpung masih jauh. Agar nanti tidak
banyak menyusahkan orang-tua dan kerabat lainnya. Mandiri itu nikmat, karena
dengan demikian kita tidak terikat. Bebas terbang menjelajahi alam raya dengan
sayap yang kita punyai sendiri.
Kematangan
Ilmu : Allah dengan tegas mengumpamakan dalam al-Qur’an perbandingan
orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu itu seperti orang punya mata dan
bisa melihat dengan orang yang buta yang semua warna-warni hidup menjadi gelap
gulita saja.
Urgensitas ilmu
bukan hanya diperuntukkan mereka yang hendak melanjutkan jenjang hidupnya
menuju pelaminan. Lebih dari itu, Ia adalah segenggam cahaya yang wajib
dimiliki setiap manusia yang ingin dirinya bebas keluar dari gelapnya
kebodohan. Kebodohan yang melingkupi akal dan pikiran hanya akan membuat
manusia bingung, terlunta-lunta, hingga pada akhirnya akan mencapai tingkat
depresi dan bunuh diri.
Setiap permasalahan,
jangankan yang besar, yang kecil saja jika disikapi dengan kebodohan cara
berpikir maka bukan malah akan menemukan jalan keluar, ia hanya akan memperumit
masalah, dan melestarikan problem yang ada.
Maka, kiranya
penting sekali untuk mematangkan ilmu dalam diri guna menyelaraskan kebahagiaan
dan kesedihan, gembira dan duka yang akan selalu mengitari langkah kehidupan
kita. Tanpa ilmu, kegembiraan itu bisa menimbulkan ekstase yang liar dan memicu
ke-lupa daratan yang berbahaya. Tanpa ilmu, duka yang datang lewat masalah tak
akan pernah menemukan titik terang dan hanya akan berakhir tragis dan
menyedihkan.
Selamat menikah,
Mbak!
Semoga menjadi
keluarga sakinah (senantiasa diberi ketenangan), mawaddah (senantiasa diliputi
kasih-sayang), wa rahmah (dan selalu bertabur rahmat Tuhan, Allah Swt.)...
Amien
Institut PTIQ
Jakarta. 02 April 2015. 10:18
السلام عليكم ورحمة الله وبركا ته
0 komentar:
Posting Komentar