April 06, 2014 -
Agama
No comments


@134 Studi Kririk Hadits
Assalaamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...
Studi
kritik hadits yang dalam bahasa Arab bisa disebut Naqd al-Hadits,
merupakan salah satu cabang ulumul hadits yang sangat penting dlam
khazanah ilmu hadits. Ilmu ini mencakup dua bidang yang amat penting, yaitu
kririk sanad dan matan. Kritik matan itu sendiri itu sudah muncul pada
masa-masa klasik awal generasi sahabat yaitu apa yang terjadi pada khalifah
Umar bin Khattab ketika mendapat kabar dari sahabat lainnya tentang berita
bahwa Nabi telah menalak salah satu istrinya, karena penasaran maka Umar
pun langsung mengecek duduk perkara tersebut kepada nabi langsung, namun
jawaban nabi bahwa beliau tidak menalaknya melainkan hanya bersumpah untuk
tidak melakukan hubungan saja selama sebulan, maka inilah yang dilakukan kritik
matan , kejadian ini belum menuntut untuk dikritik siapa pembawa berita
tersebut, karena mayoritas dan sesuai dengan kesepakatan para ulama hadits
tentang ‘adalatus-shahabah (adilnya para sahabat).
Namun
seiring dengan bergantinya waktu dan umat islam mulai meluas, terutama setelah
terjadinya kasus fitnah terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, yang kemudian setiap kelompok mencari
legitimasi untuk kelompok masing-masing, mencari dalil atau nash hadits
yang mendukung kelompoknya, maka sebuah keculasan yang amat dungu mulai
merambat dalam tubuh umat islam pada masa itu, aura politik dan sindikat firqoh
mulai merasuk ke dalam sebagian tubuh umat islam. Mereka yang tidak mendapati
sebuah dalil (baca:hadits) untuk memperkuat kelompoknya, maka akan membuat
hadits-hadits palsu yang bisa memperkuat status kelompoknya, sebagai contoh
adalah kelompok yang sangat fanatik dengan Sayyidina Ali yang mengatakan bahwa
sejatinya yang berhak menggantikan Muhammad saw, adalah ahlul bait yang
dalam hal ini adalah Sayyidina Ali, selaku menantu Nabi, bukan Abu Bakar
Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, ataupun Utsman bin Affan. Nah untuk melakukan
legitimasi terhadap kelompoknya ini salah satu hadits diantara beribu hadits
palsu yang mereka buat adalah hadits yang mengatakan bahwa “Ali adalah
sebaik-baiknya manusia, barangsiapa yang mengingkarinya maka dia telah kafir”.
Maka mulai
saat itu dibutlah naqd as-sanad , yaitu sebuah studi kritik sanad
(transmisi hadits, silsilah keguruan) karena saat itu, ketika Nabi selaku
sumber hukum tidak ada, mempercayai matan begitu saja tanpa ada
penyelidikan yang pasti (terutama mengenai ihwal pembawa kabar) maka merupkan
tindakan yang bodoh dan bisa saja menyesatkan, maka dari itu diberlakukanlah
kritik sanad (transmitter), ketika sang periwayat (rawi) itu jika dinyatakan
seorang ahlussunnah maka haditsnya bisa diterima, namun jika hadits itu
dibawa oleh seorang yang sudah keluar dari manhaj ahlussunnah wal jama’ah semisal
syi’ah, khawarij dan lain-lain, maka hadits itu termasuk hadits yang
bermasalah, karena dikhawatirkan hadits itu hanya diusung motif politik atu
kefanatikan semata, bukan dari kebenaran yang lansung dari Nabi saw.
Begitulah
sejarah munculnya studi kritik hadits, atau dalam istilah arabnya biasa dikenal
dengan istilah naqd al-hadits.
Naqd
al-hadits ini menurut kaum orientalis barat merupakan hal yang akan
menjatuhkan islam, anggapan mereka mungkin berpendapat bahwa sesuatu yang
dikritik itu cederung akan memperlihatkan celanya, maka dari itu menurut mereka
adanya naqd al-hadits itu
merupakan sebuah asumsi bahwa umat islam tidak lagi mempercayai kredibilitas
hadits sebagai sumber syariat islam kedua setelah Al-Qur’an. Maka bisa
dipastikan jika mereka sudah meninggalkan hadits, runtuhlah pilar terbesar
islam yaitu hadits Nabi Saw.
Sebagai
jawaban, umat islam melakukan semua itu tidak lain lantaran cintanya mereka
kepada agama ini, karena sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an yang
berbunyi, “” maka sebuah berita yang datang kepada kita haruslah diteliti dan
diperiksa terlebih dahulu, dicek tentang akhlak dan sifat pembawa berita itu,
apakah ia seorang yang jujur dan memiliki akhlak mulia atau ia adalah sekedar
seorang yang jahat dan sering berdusta? Dan banyak lagi anggapan lain yang
akhirnya para ulama hadits bersepakat untuk membuat kriteria-kriteria yang amat
ketat dalam masalah ini, sehingga jika semua kriteria-kriteria ini terpenyuhi
maka hadits atau khabar tersebu bisa dijamin otensitasnya (keshahihannya),
begitupun sebaliknya, jika sang perawi (transmitter) tidak berhasil masuk ke
dalam babak kualifikasi “aturan” kritik sanad ini maka hadits yang dia bawa
bisa tertolak.
Itulah
kehebatan islam, yang mana dalam agama ini adalah sebuah istilah yang amat
penting dan tidak dimiliki oleh kaum agama lain, yaitu SANAD. Bahkan banyak
ulama yang mengatkan bahwa sanad adalah sebagian dari islam, sampai-sampai
seorang ulama besar Abdullah bin Al-Mubarok berkata, “sistem sanad ini
merupakan bagian dari agama islam, tanpa adanya sistem sanad, setiap orang
dapat mengatakan apa yang dikehendakinya”. (Muslim bin al-Hajjaj, Shahih
Muslim, Daarul Fikr, 1/9)
(An-Naml, 06-04-2014 jam 10:27 PM)
Wassalaamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...
0 komentar:
Posting Komentar