Cerita Azra (Biografi Cendikiawan Muslim) Azyumardi Azra, Oleh Andina Dwifatma
·
Membaca
adalah kunci menjadi arif, membaca apa saja dan di mana saja
·
Kegemaran
Azra adalah membaca cerita silat Khopinghoo
·
Dunia
kewartawanan benar-benar mengasah intelektualisme Azra, karena ia dipaksa untuk
membaca dan menganalisa
·
Menjadi
akktivis itu perlu, karena akan mengasah kepekaan kita terhadap isu-isu sosial
·
Jadilah
seorang pemberontak, yang mudah mempertanyakan ketidak beresan
·
Pelajari
bahasa Inggris, karena ia merupakan kunci untuk menakhkukkan
unibersitas-universitas kenamaan di sana
·
Columbia
University adalah kampus tertua kedua di As setelah Harvard, ia memiliki
koleksi 6 juta judul buku dan tergabung dalam elite Ivy League, komunitas
kampus terbaik dunia
·
Selesai dari kuliahnya di New York, Azra
membawa buku sejumlah dua truk DYNA
·
Untuk
menyelesaikan disertasinya, Azra mengunjungi Makassar, Mesir dan Belanda. Untuk
mencari refrensi Jaringan Ulama. Untuk keperluan itu Ia mendapat banyak bantuan
beasiswa
·
Syaikh
Yasin adalah guru utama dan pusat jaringan banyak ulama NU pada abad 20. Salah
satu karya pentingnya adalah Tarjamah Ulama Jawi, Bibografi Para Ulama
Jawi-Nusantara (Hal 60)
·
Azyumari
mengerjakan diserttasi 600 halamannya dalam waktu 9 bulan, dari September 1991
sampai Juni 1992. Untuk itu ia punya trik khusus, ia akan mengerjakan tugasnya
dengan mencicil 2 halam setiap harinya. Dalam sehari ia hanya membutuhkan dua
jam untuk menggeluti disertasinya
·
Bekerja
sembari mengerjakan disertasi merupakan hal yang perlu bagi Azra. Karena hal
tersebut menjadi pelipur kejenuhan dan kebosanan mengerjaka tugas yang seperti tidak ada akhirnya. “Kadang-kadang
saya muak mengerjakan disertasi, yang rasanya tidak pernah selesai” (Azra)
·
Salah
satu Teknik yang dipakai Azra dalam menulis adalah dengan membuat drafting,
kemudian ditinggal beraktivitas, lalu didatangi lagi untuk dilengkapi. Hal ini
karena selain bisa menghapus kejenuhan, juga agar bisa mengambil jarak dengan
tulisan sendiri. Menulis tanpa diselingi akan membuat seperti ingin muntah dan
membanting computer, canda Azra.
·
Melalui
jaringan yang begitu kuat di berbagai lapisan, ditambah dengan strategi
diplomasinya yang bagus, ia berhasil meyakinkan berbagai pihak untuk mendukung
mewujudkan gagasan-gagasannya
·
Azra
lebih suka dirinya sebagai intelektual public yang mengamati geliat perpolitikan
Indonesia, ketimbang menjadi politisi praktis. Ibarat pengamat ikan, ia lebih
suka berada di luar akuarium dan mengamati ikan2, ketimbang ia menjadi ikan itu
sendiri. Ia pernah terjebak menjadi Deputi Kesra pada era SBY-JK, mnejadikannya
memiliki dilemma etis, namun usai JK turun ia memilih keluar dari cabinet
pemerintahan, dan dengan itu ia seperti menemukan kebebasan Kembali
·
Ketegasan
Azra dalam menyampaikan kebenaran kepada siapapun membuat dirinya diterima
banyak pihak, bukan hanya pada pihak penguasa dalam negeri, tapi bahkan juga
pada penguasa luar negeri, bahkan kepada penguasa negeri adidaya sekalipun
seperti Amerika, yang dalam hal ini diwakili oleh Obama. Karya-karya beliau
yang ditulis dalam bahasa Inggris dan dibaca oleh tokoh luar negeri membuat
dirinya begitu disegani oleh banyak orang.
·
Dianugerahi CBE, Azra mengatakan bahwa ini
merupakan sebuah keutamaan yang diberikan oleh Allah kepada para hamba-Nya. Dan
ini tentu merupakan hasil kerjakerasnya belajar dan menulis serta untuk mencerahkan
dunia islam dengan karya.
·
Menulis adalah soal ketekunan dan latihan.
Kian sering menulis, kian mahir pula menyusun data, kerangka logika, dan
bahasa. Menulis juga pelru konsistensi dan komitmen. Jika tidak, seorang
penulis bakal hilang-hilang timbul dalam kancah publik (Andina
Dwifatma dalam Cerita Azra, 171)
·
Azra sangat membatasi makannya dan rutin
menjalankan olahraga di rumahnya. Dan ia menjauhi ngemil, sebagaimana hadis
Nabi yang menganjurkan bahwa makanlah hanya sekadar untuk menegakkan tulang,
sisakan ruang untuk bernafas.
·
Azra tidak pernah membawa urusan kantor ke
dalam rumah. Rumah hanya untuk keluarga saja. Tidak lain.
·
Azra sangat menjiwai makna keluarga dalam
kehidupannya. Ia mengatakan bahwa kehadiran keluarga sangat bermakna bagi
kehidupannya. Isterinya yang perhatian dan anak2nya yang cinta pengetahuan
membuat dirinya bahagia. Dan popularitas tetap membuat mereka sederhana, tidak
boros.
·
Azra memupuk cinta terhadap pengetahuan pada
anak2nya sedini mungkin. Ketika sang anak ulangtahun atau menempuh prestasi,
Azra akan memberinya hadiah diperbolehkan makan di restoran mahal dan belanja
buku sesuka hati. Buahnya adalah sang anak gemar membaca buku di manapun dan
kapanpun
·
Terkait koleksi bukunya, Azra memiliki
koleksi hingga 15.000 buku
·
Terkait masa depan anak-anaknya, Azra tidak
terlalu banyak mengintervensi anaknya akan menjadi apa. Tidak mengharuskannya
masuk ke jurusan ini dan itu. Apalagi sampai mengatakan, “Kamu harus seperti
ayah!” Hal ini karena tidak baik untuk perkembangan kejiwaan mereka. Dalam hal
ini beliau mengutip Kahlil Gibran, “anakmu bukan anakmu.”
·
Ipah, mitra berkeluarga Azra, amat toleran
dengan aktivitas yang dilakukan Azra. Ia tidak pernah mencampuri kegiatan Azra,
baik itu dalam hal menulis atau bepergian keluar negeri.
·
Azra
sering lalu Lalang dimintai pendaptnya dari dalam dan luar negeri akibat
keberimbangannya dalam menanggapi suatu permasalahan
·
Sumber
: Andina Dwifatma, Cerita Azra (Biografi Cendekiawan Muslim), (Jakarta :
Penerbit Erlangga, 2011)
0 komentar:
Posting Komentar