Rabu, 04 November 2020

November 04, 2020 - No comments

Cerita Azra (Biografi Cendikiawan Muslim) Azyumardi Azra, Oleh Andina Dwifatma

 

·         Membaca adalah kunci menjadi arif, membaca apa saja dan di mana saja

·         Kegemaran Azra adalah membaca cerita silat Khopinghoo

·         Dunia kewartawanan benar-benar mengasah intelektualisme Azra, karena ia dipaksa untuk membaca dan menganalisa

·         Menjadi akktivis itu perlu, karena akan mengasah kepekaan kita terhadap isu-isu sosial

·         Jadilah seorang pemberontak, yang mudah mempertanyakan ketidak beresan

·         Pelajari bahasa Inggris, karena ia merupakan kunci untuk menakhkukkan unibersitas-universitas kenamaan di sana

·         Columbia University adalah kampus tertua kedua di As setelah Harvard, ia memiliki koleksi 6 juta judul buku dan tergabung dalam elite Ivy League, komunitas kampus terbaik dunia

·          Selesai dari kuliahnya di New York, Azra membawa buku sejumlah dua truk DYNA

·         Untuk menyelesaikan disertasinya, Azra mengunjungi Makassar, Mesir dan Belanda. Untuk mencari refrensi Jaringan Ulama. Untuk keperluan itu Ia mendapat banyak bantuan beasiswa

·         Syaikh Yasin adalah guru utama dan pusat jaringan banyak ulama NU pada abad 20. Salah satu karya pentingnya adalah Tarjamah Ulama Jawi, Bibografi Para Ulama Jawi-Nusantara (Hal 60)

·         Azyumari mengerjakan diserttasi 600 halamannya dalam waktu 9 bulan, dari September 1991 sampai Juni 1992. Untuk itu ia punya trik khusus, ia akan mengerjakan tugasnya dengan mencicil 2 halam setiap harinya. Dalam sehari ia hanya membutuhkan dua jam untuk menggeluti disertasinya

·         Bekerja sembari mengerjakan disertasi merupakan hal yang perlu bagi Azra. Karena hal tersebut menjadi pelipur kejenuhan dan kebosanan mengerjaka  tugas yang seperti tidak ada akhirnya. “Kadang-kadang saya muak mengerjakan disertasi, yang rasanya tidak pernah selesai” (Azra)

·         Salah satu Teknik yang dipakai Azra dalam menulis adalah dengan membuat drafting, kemudian ditinggal beraktivitas, lalu didatangi lagi untuk dilengkapi. Hal ini karena selain bisa menghapus kejenuhan, juga agar bisa mengambil jarak dengan tulisan sendiri. Menulis tanpa diselingi akan membuat seperti ingin muntah dan membanting computer, canda Azra.

·         Melalui jaringan yang begitu kuat di berbagai lapisan, ditambah dengan strategi diplomasinya yang bagus, ia berhasil meyakinkan berbagai pihak untuk mendukung mewujudkan gagasan-gagasannya

·         Azra lebih suka dirinya sebagai intelektual public yang mengamati geliat perpolitikan Indonesia, ketimbang menjadi politisi praktis. Ibarat pengamat ikan, ia lebih suka berada di luar akuarium dan mengamati ikan2, ketimbang ia menjadi ikan itu sendiri. Ia pernah terjebak menjadi Deputi Kesra pada era SBY-JK, mnejadikannya memiliki dilemma etis, namun usai JK turun ia memilih keluar dari cabinet pemerintahan, dan dengan itu ia seperti menemukan kebebasan Kembali

·         Ketegasan Azra dalam menyampaikan kebenaran kepada siapapun membuat dirinya diterima banyak pihak, bukan hanya pada pihak penguasa dalam negeri, tapi bahkan juga pada penguasa luar negeri, bahkan kepada penguasa negeri adidaya sekalipun seperti Amerika, yang dalam hal ini diwakili oleh Obama. Karya-karya beliau yang ditulis dalam bahasa Inggris dan dibaca oleh tokoh luar negeri membuat dirinya begitu disegani oleh banyak orang.

·         Dianugerahi CBE, Azra mengatakan bahwa ini merupakan sebuah keutamaan yang diberikan oleh Allah kepada para hamba-Nya. Dan ini tentu merupakan hasil kerjakerasnya belajar dan menulis serta untuk mencerahkan dunia islam dengan karya.

·         Menulis adalah soal ketekunan dan latihan. Kian sering menulis, kian mahir pula menyusun data, kerangka logika, dan bahasa. Menulis juga pelru konsistensi dan komitmen. Jika tidak, seorang penulis bakal hilang-hilang timbul dalam kancah publik (Andina Dwifatma dalam Cerita Azra, 171)

·         Azra sangat membatasi makannya dan rutin menjalankan olahraga di rumahnya. Dan ia menjauhi ngemil, sebagaimana hadis Nabi yang menganjurkan bahwa makanlah hanya sekadar untuk menegakkan tulang, sisakan ruang untuk bernafas.

·         Azra tidak pernah membawa urusan kantor ke dalam rumah. Rumah hanya untuk keluarga saja. Tidak lain.

·         Azra sangat menjiwai makna keluarga dalam kehidupannya. Ia mengatakan bahwa kehadiran keluarga sangat bermakna bagi kehidupannya. Isterinya yang perhatian dan anak2nya yang cinta pengetahuan membuat dirinya bahagia. Dan popularitas tetap membuat mereka sederhana, tidak boros.

·         Azra memupuk cinta terhadap pengetahuan pada anak2nya sedini mungkin. Ketika sang anak ulangtahun atau menempuh prestasi, Azra akan memberinya hadiah diperbolehkan makan di restoran mahal dan belanja buku sesuka hati. Buahnya adalah sang anak gemar membaca buku di manapun dan kapanpun

·         Terkait koleksi bukunya, Azra memiliki koleksi hingga 15.000 buku

·         Terkait masa depan anak-anaknya, Azra tidak terlalu banyak mengintervensi anaknya akan menjadi apa. Tidak mengharuskannya masuk ke jurusan ini dan itu. Apalagi sampai mengatakan, “Kamu harus seperti ayah!” Hal ini karena tidak baik untuk perkembangan kejiwaan mereka. Dalam hal ini beliau mengutip Kahlil Gibran, “anakmu bukan anakmu.”

·         Ipah, mitra berkeluarga Azra, amat toleran dengan aktivitas yang dilakukan Azra. Ia tidak pernah mencampuri kegiatan Azra, baik itu dalam hal menulis atau bepergian keluar negeri.

·         Azra sering lalu Lalang dimintai pendaptnya dari dalam dan luar negeri akibat keberimbangannya dalam menanggapi suatu permasalahan

·          

 

 

Sumber : Andina Dwifatma, Cerita Azra (Biografi Cendekiawan Muslim), (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2011)

0 komentar:

Posting Komentar

Back to top