Agustus 16, 2016 -
Darussunnah,Renungan,Resensi
No comments


Membumikan Nilai Islam di Bumi Pertiwi Ala Soekarno (Butir-Butir inti Surat-Surat Islam dari Endeh gubahan Ir. Soekarno)
Selaku
penghayat ajaran Islam ke-Indonesiaan, Soekarno amat cekatan mengkritisi nasib
ajaran Islam dan pengaplikasiannya di lapangan. Bukan hanya karena ia lahir dan
tumbuh besar di tanah yang menampung umat Islam terbesar di dunia tersebut, komprehensifitas
ajaran Islam yang kemudian bertolak dari realita lapangan itulah yang membuat
ia tercambuk untuk menumpahkan gugatannya tersebut dengan bijak dan cerdas.
Salah
satunya adalah lewat Surat-Surat Islam dari Endeh, refleksi yang
merupakan bagian dari buku beliau berjudul Di Bawah Bendera Revolusi yang
tersohor itu.
Surat-Surat
Islam dari Endeh menghimpun 12 buah surat. Surat-surat yang bersisi pergolakan sikap Soekarno
menyikapi Islam ke-Indonesia-an itu dilayangkan kepada Tuan A. Hassan selaku
Guru “Persatuan Islam” di Bandung.
Di dalamnya
diurai bagaimana Soekarno amat memerhatikan kondisi Muslim Indonesia, praktik
kesehariannya, karakter ideologinya, seraya tak lupa mengkritik kecacatan yang dikandungnya,
menggugat kebobrokan yang acapkali membuat naluri kepedulian Soekarno terbakar
begitu hebat. Proses surat-menyurat tersebut belangsung pada rentang waktu
antara tahun 1934-1936.
Jalin-jemalin
komunikasi pembelajaran antara Sang Proklamator Kemerdekaan RI dengan
Tuan A. Hassan tersebut melahirkan pandangan keilmuan yang unik dan menarik. Sungguh
tidak salah kalau kita banyak menggali mutiara perenungan Soekarno tersebut
untuk kita jadikan refleksi kehidupan kita di masa mendatang.
Toh
beliau pernah bertuah, “Jasmerah, Jangan Meninggalkan Sejarah!”
Gagasan-gagasan
Soekarno terkait kondisi Islam saat beliau diasingkan oleh Belanda di Kota
Endeh, NTT, dengan guru spiritual-nya Tuan A. Hassan di Bandung membicarakan
banyak hal. Hampir semua bernada perlawanan, namun juga disajikan usul dan
saran brlian.
Dalam
tulisan beliau, yang pertama kali disinggung adalah prilaku pengeramatan tokoh
yang berlebihan yang dilakukan umat Islam. Pelaku Pengkultusan individu yang
oleh beliau akrab disebut “Sajid” tersebut dinilai berpotensi menggiring Islam menuju
kemunduran berpikir. Nilai tauhid yang runtuh lantaran ritual tersebut sudah
pasti bakal mengundang bencana-bencana yang besar.
Keberadaan
kitab hadis Bukhari-Muslim sebagai kitab himpunan hadis shahih, meski menurut
beliau, atas petunjuk pengenal Islam asal Inggris, keotentikannya masih
diperdebatkan, yang menjadi pedoman Muslim di seantero dunia melatari praktik
keagamaannya, juga mengusik benak beliau.
Keberadaan
hadis-hadis lemah yang melatari semangat Muslim menjalani kehidupan dunia,
semisal bunyi hadis bahwa dunia milik Nasrani dan akhirat milik islam, juga
anggapan bahwa umat beriman harus lembek dan patuh ibarat kerbau yang ditusuk
hidungnya, dinilai bertolak dari tuntutan zaman modern.
Dan
Bukhari-Muslim, usai dicap sebagai pengoleksi hadis-hadis lemah tersebuts,
turut bertanggung jawab atas hal ini. Hadis, bagi beliau, adalah sumber anti
rasionalisme, penggagas kejumudan. Bahwa hadis ternyata produk yang melibatkan
banyak campurtangan manusia, hal ini patut dicurigai. Tak ada yang absolut pada
diri manusia.
Umat
Islam harus pandai mengilmiahkan pesan-pesan yang disampaikan hadis. Misalnya
adalah hadis tentang Mi’raj Nabi Saw.
Penutupan
pintu ijtihad dan penggalakkan taklid yang sudah mengakar di tubuh umat Islam
hanya akan meredupkan nyala Api Islam. Sikap pendewaan terhadap fikih membuat
Umat Islam laksana bangkai, tak bernyawa.
Anggapan
bahwa Ijtihad adalah tanah yang sangar untuk dijejaki, juga statemen bahwa tak
akan ada yang mampu menandingi kehebatan Imam Empat, yang kemudian mengharuskan
kita untuk taqlid, hanya akan merampas kebebasan berpikir semata.
Taqlidisme
dan Hadramautisme ialah biang keladi yang pantas dihakimi soal sebab kemunduran
Islam.
Demikian
di Endeh, namun seiring bergulirnya waktu, mereka mulai berusaha melenyapkan
kekonservatifannya. Hal demikian berkat kiriman buku berkala oleh Persatuan
Islam Bandung.
Kealpaan
kita membaca sejarah umat Islam, terkait faktor2 yang memperkuat dan
memperlemah eksistensi umat Islam, juga keterbuaian kita atas nostalgia
kejayaan masa lalu, turut menjadi alasan mengapa kita umat Islam seperti berjalan
di tempat. Statis. Tak mampu membarengi zaman.
Pada
seri ke delapan dari surat-suratnya, Soekarno menuturkan bahwa syarat agar
Islam maju adalah dengan “Berani Mengejar Zaman”. Stop royal atas pengkafiran
hal-hal baru. Berhenti membid’ahkan kecerdasan modernitas, jangan lagi silau
dengan perkembangan kekinian, enyahkan sikap kekolotan untuk menerima hal baru,
yang hanya akan membuat Islam stagnan.
Mari
berbid’ah ria, bahkan kita dianjurkan untuk melakukannya. Mari kita ber-radio,
ber-kapal udara, ber-sendok garpu, ber-kursi, ber-teknologi tinggi. Toh urusan
dunia kita sudah diberi wewenang Rasulullah untuk mengelolanya. Bagaimana?
Mengutip
ungkapan Kemal Ataturk, “Islam tidak menyuruh orang duduk termenung sehari-hari
dalam Masjid sambil memutar tasbih. Islam is Progres! Islam ialah kemajuan!
Tanggalkan
semangat kurma dan surban yang hanya akan merantai kita pada ideologi
seribu tahun silam. Islam harus melek pengetahuan umum, kearifan barat, itulah
arti anti taqlidisme yang sejati.
Umat
Islam harus futuritis dan visioner kalau mau berhasil mengejar ketertinggalan
peradaban. Kira-kira demikian sarannya.
Sosok
pengagum Ibnu Saud ini berkata, saat menghadapi realia kita tak bisa tiru cara
lama, karena manusia itu tidaklah diam. Watak dan ideologi akan selalu berubah seiring
menuanya semesta. Kita butuh adaptasi. Kita butuh de-ide baru yang segar lagi
realitis!
Perjuangan
beliau dalam menentang kekolotan ini banyak menuari anggapan negatif dari
khalayak, tapi biarlah, biar mereka sadar kelak! Tukasnya.
Demikian
apa yang menjadi inti pembicaraan Soekarno dalam Surat-Surat Islam dari
Endeh. Semoga berguna!***
Wallahu
A’lam.
(Darsun, H-1 Dirgahayu RI ke 71).
0 komentar:
Posting Komentar