Juli 23, 2016 -
Renungan
No comments


Liburan Semester 5 dan "Senja dan Cinta Yang Berdarah"
![]() |
www.sangmediaku.blogspot.com |
Berceritalah malam ini tentang sebuah waktu yang kita lalui tanpa kebersamaan teman, betapa sunyi dan kedap keramaian. Meski malam begitu ramai oleh lalu-lalang kendaraan, suara debum rebana yang ditabuh oleh ibu-ibu PKK yang tengah menghelat pelatihan di mushalla depan rumah, kicau kerumunan anak melampiaskan naluri kekanak-kanakannya, derum televisi yang tengah menampilkan acara serial Antara Nur dan Dia, semua tak seramai saat saya bersama teman duduk berhimpun mengumpulkan gelak tawa.
Sekarang
waktu liburan, maka sesama kita terjadi perpisahan. Perpisahan untuk sekadar
melepas kepenatan atas tugas-tugas yang kita emban selama aktif perkuliahan. Perpisahan
yang kemudian ditutup dengan kebersamaan lagi, bukan seperti perpisahan yang dialami
antara penumpang kereta Jogja bertujuan ke Negeri Senja dengan keluarganya
dalam Senja dan Cinta yang Berdarah-nya Seno Gumira. kami akan bersua
lagi pada tenggat yang telah ditetapkan.
Liburan,
bagi sebagian orang adalah bersenang-senang tanpa batas dan aturan. Rehat dari tugas-tugas nan melelahkan. Namun,
ada juga justru yang menjadikan liburan sebagai waktu kerja tambahan.
Baginya, liburan justru masa
dimana kita mampu bekerja menggapai pencapaian dengan target yang kita sendiri
menentukan. Hidup yang ringkas dan sekejap ini terlalu sia-sia kalau dibuang
sekadar untuk kebahagiaan fana. Cukuplah liburan itu sebentar saja, bahkan
menghilangkan gerah kebosanan bisa diberlangusngkan di sela-sela kesibukan.
Saya tidak
hendak memperkuat mana makna yang lebih bernilai antara kedua definisi di atas.
Tapi dalam realita saya beprihak kepada yang kedua.
Pada
liburan kali ini, saya dituntut untuk merampungkan beberapa permasalahan. Pertama,
soal tugas kewajiban hafalan di kampus. Kedua, soal melestarikan budaya
membaca dan menulis agar tidak sirna dari agenda keseharian.
Untuk
semester 5 yang telalu lalu, saya masih menyisakan beberapa lembar lagi yang
belum saya hafal. Untung saja, biro tahfidz di kampus, memberikan
keringanan pada UAS kali ini, terkait kebebasan agar tidak menuntaskan tenggat
hafalan sebelum ujian. Kendati dengan demikian, PTIQ seperti kehilangan
taringnya
Dua minggu lagi saya akan
menginjakkan kaki di semester 6. Tumpukan kewajiban hafalan semakin meningkat. Menjadi
pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Pada liburan kali ini, dengan
awal terpaksa namun akhirnya pikiran terbuka juga, saya mencoba menyicil
tugas-tugas kewajiban tersebut.
Juga,
liburan bagi penikmat sastra serta penggandrung belantika penulisan adalah
surga dunia yang mengasyikkan. Jika pada masa aktif perkuliahan mereka harus
mencuri waktu untuk sekadar membaca buku ataupun menulis, maka pada masa
liburan mereka lebih leluasa untuk mendalami apa yang selama ini mereka geluti.
Membaca adalah memperluas
perspektif dan paradigma, semakin gemar membaca maka semakin terbuka wawasan
kita, dan kita mampu lebih arif menyikapi fenomena kehidupan yang beragam. Termasuk
soal toleransi atas perbedaan yang berlangsung di sekitar kita.
Menulis
adalah orgasme intelektual yang dihasilkan dari pergumulan kita dengan
buku-buku bacaan. Meski menulis bisa dihasilkan tanpa membaca, namun dengan
terlebih dahulu kita mematuti aksara berisikan pengetahuan, maka tulisan akan
menjadi lebih semarak dan kaya makna. Maka, sungguh merugi bagi mereka yang
rajin membaca namun amat anti untuk menggurat pena di atas kertas. Menuang
makna sebagai bias dari jutaan hikmah yang kita serap dari berbagai belantara.
Diantara
teman setia yang mengawani liburan kali ini adalah sebuah antologi cerpen gubahan
Seno Gumira di harian Kompas pada periode 1978-2013 (35 Tahun), yang terhimpun
dalam sebuah buku berjudul Senja dan Cinta Yang Berdarah. Ada 85
cerita yang terangkum dalam buku ini, disusun berdasarkan periode penulisan. Dengan
sistematika demikian, tampak penulis memang ahli dalam memasukkan pesan moral
atas realitas yang berlangsung di Indonesia selama perjalanan kepenulisan
beliau yang dikemas secara rapi di dalam uraian kisah yang ia gubah.
Tentang
detail buku tersebut mungkin tidak akan diurai disini. Intinya saya merasa dibuat
terpana oleh Seno Gumira Ajidarma. Beliau memang mampu menyihir pembaca dengan
sebegitu antusiasnya.
Selamat
berlibur. Sudah dulu ya, saya ingin main Hill Climb Racing dulu nih,
lanjut makan indomie telur 2 plus nasi. Hmmm.
Bintaro, 09
Januari 2016
0 komentar:
Posting Komentar