Juni 22, 2016 -
Renungan
No comments


Menakar Kadar Syukur Kita
Dan pada diri kalian, apakah kalian tidak menyaksikan
bukti kasih sayang Tuhan? (Dzariyat : 21)
Mata : Dengannya kita bisa menikmati suguhan panorama
yang diberikan Allah. Saat kau kehilangannya, kau menjadi gelap, meski
barangkali mata hatimu malah yang makin menyala. Namun, sungguh, memiliki mata
yang sehat lagi jernih merupakan dambaan seluruh masyarakat tunanetra. Maka,
sudahkah kita mensyukurinya dengan cara hanya menggunakan mata untuk hal yang
berguna dan menjauhkan dari kesia-siaan bahkan yang membahayakan buat kita?
Berkacalah pada pria di perpustakaan PTIQ itu, dengan
matanya yang bermasalah ia mengeja bacaan dengan jarak antara mata dan
kertas buku hanya 5 cm saja! Lha, bagaimana dengan kita?
Hidung : Salah satu panca indera yang dimiliki
manusia adalah hidung. Dengannya kita bisa mencium sesuatu. Mengendus dan
meraba-raba wujud benda dengan indera penciuman. Seorang yang mengalami
kecelakaan parah dan harus merelakan hidungnya hilang rasanya amat perih dan
nestapa. Dengan berbagai cara ia akan berusaha mengembalikan hidung yang di
wajahnya. Bagi yang berpunya, ia bisa melakukan operasi. Bagi yang tak
berpunya, rasa-rasa ia harus selalu siap menapaki realita sambil menggigit jari
karena raibnya hidung yang dari permukaannya.
Dan kamu, yang hidungnya masih full fungtion,
sudahkah mensyukurinya?
Mulut : Kemarin, tanpa diduga, saya berpapasan dengan
seorang ibu bisu tengah mengawani dua anaknya dalam satu perjalanan. Betapa
terkejutnya saya, ketika sang ibu memanggil dua anaknya yang berkeliaran, hanya
dengan teriakan sengau saja, seperti
meracau, tidak membentuk kata-kata. Jleb! Sang ibu tak kuasa bertutur bahasa.
Ia bisu. Ia ingin sekali berbicara namun tak bisa. Lagi, sudah berapa puluh juta
ungkapan yang ia ingin suarakan dari hati namun memuai di ujung tenggorokkan.
Memudar saat menapaki goa mulut. Membentur kebisuan.
Dan kita, yang punya lisan sempurna, sempurna dalam artian
bisa full akses melantunkan kata-kata dengan tegas dan lugas, sudahkah kita
memaklumi ribuan nasib saudara-saudara kita yang mengalami cacat dalam
berbicara dengan cara memosisikan lisan dengan sebaik-baiknya. Sudahkah?
Telinga : Dalam al-Qur’an disebutkan, dan telah Dia
jadikan untuk kalian Pendengaran, Penglihatan, dan Hati agar kalian bersyukur.
Dentuman suara merupakan bahasa manusia yang amat urjen. Melalui ragam
pembicaraan kita mengerti banyak wawasan dan informasi. Dengan telinga-lah kita
mampu melangsungkan kesemuanya itu.
Ribuan pasang telinga sudah hilang fungsi dan kegunaannya. Mampus
dikoyak penyakit atau kecelakaan yang menimpa. Sang pemilik tentu amat berharap
bahwa kelak pendengarannya bisa pulih sebagaimana sedia kala. Banyak cara
dilakukan untuk sekadar mampu kembali mengonsumsi dentum demi dentum suara
kehidupan di sekelilingnya.
Sudahkah telinga kita yang sehat-sehat ini digunakan sesuai
SOP yang dicanangkan Sang Pencipta Telinga tersebut? rampungkah?
Tangan : Tangan bagi manusia amatlah penting. Tak
terhitung berapa banyak aktivitas keseharian yang bisa terlaksana oleh tangan
yang dimilikinya. Makan, minum, bermain bulu tangkis, menyisir, dan lain
sebagainya. Kendati demikian, manusia seringkali lupa dengan nikmat-nikat agung
yang telah dianugerahkan. Saking familiarnya mereka dengan fasilitas-fasilitas
gratis dari Tuhan.
Semisal terbitnya matahari dan bulan, pergantian siang dan
malam, wujudnya mata, telinga, dan kaki, dan banyak lagi.
Padahal, saat kita kehilangan salah satunya, taruhlah
misalnya kita mengalami kecelakaan dan tangan harus diraibkan, maka akan
menangis sejadi-jadinya kita. meratapi masalalu, saat memunyai tangan, namun
kita lalai mempergunakannya untuk kebaikan.
Kaki : Untuk yang masih muda dan tegar-tegar kakinya
agar sejenak menengok bagaimana para penyandang cacat kaki atau sepuh-sepuh
yang sudah menggonakan alat bantu tongkat sebagai sarana berjalan.
Barangkali kau menginsapi nilai yang dikandungnya. Jika demikian,
sudahkah kau mensyukurinya?
Bintaro, 23 Juni 2016
0 komentar:
Posting Komentar