Agustus 27, 2015 -
No comments


Belajar Dari Zarnuji, Penakhluk Laut-Pemahat Karya!
Menulis lagi-lagi membuat saya terkesima. Sebuah buku yang
tengah saya genggam saat ini berjudul “Ekspedisi Menantang Laut” adalah
karya Zarnuji, seorang wartawan Jawa Pos yang menjabat sebagai Kepala Radar
Madura Daerah Sumenep.
Buku setebal 286 halaman ini hasil penerbitan Jawapos yang
bekerja sama dengan Pemkab Sumenep. Di dalamnya dituang sederet pengalaman
penulis saat mengunjungi 48 dari 126 pulau yang berada di daerah Sumenep,
Madura. Abnetal Omba’ Asapo Angen, “berbantal ombak bersapu angin”
adalah prinsip yang dipegang oleh nelayan Madura, yang juga merupakan pegangan
Zarnuji saat mengunjungi gugusan pulau eksotik yang ada di Sumenep.
Terhitung dari tanggal 30 Desember 2011, Zarnuji, penulis, beranjak
dari daratan diiringi dengan teman redaksi di Jawa Pos, menaiki kapal melepas
sauh menuju laut luas. Menantang laut.
Dua bulan ia melanglangbuana bertemankan ombak nan dahsyat
menggoyang bahtera. Ditemani Tokce, kawannya yang mengurus segala perkakas
kelautan, mereka berjibaku melawan rasa takut yang menggumpal di dada,
menakhlukkan hamparan laut yang kerap menggelora dahsyat demi satu tugas mulia.
Membuat laporan jurnalistik ke media nasional, Jawa Pos, secara maraton.
Zarnuji, yang juga putra Sumenep, dengan naluri jiwa kepulauannya
ditingkahi kepiawaiannya dalam mengolah data dan kata, maka perjalanan ini
berbuah manis. Hasil perjalanannya diabadikan dalam catatan yang diterbitkan
oleh Jawa Pos radar Madura secara berkala berkesinambungan.
Pada akhirnya, guna memuaskan dahaga pembaca terkait
rerfrensi kepulauan yang terbentang di Pulau Garam yang menakjubkan ini,
akhirnya lahirlah sebuah buku khusus yang berisi kumpulan catatan Zarnuji
selama kurang lebih dua bulan ini menjelajahi sejengkal demi sejengkal daratan
pulau-pulau yang terbentang di jajaran daerah Sumekar yang kaya panorama alam
ini.
Itu sekilas tentang sebuah buku yang tengah saya genggam,
yang saya pinjam dari saudara Fadlullah, teman seperjuangan di PTIQ.
Belajar dari uraian diatas, betapa kecakapan dalam menulis
membuat seorang begitu dihargai dan mampu memetik manfaat yang melimpah.
Dalam waktu dekat-dekat ini setidaknya ada dua beban soal
tulisan terlimpah. Satu dari Pak Kyai, terkait pembahasan dalam hadits Shahih
Bukhari. Yang lain adalah amanah ilmiah dari pihak Nabawi, majalah milik
Darus-Sunnah, yakni menulis speutar riwayat tokoh sarjana Hadits awal yang
dinilai memiliki keistimewaan dan punya pengaruh signifikan dalam pengembangan
dunia hadits. Ini adalah dua tugas yang tidak muda namun tidak terlalu menyulitkan.
Asal mau bersungguh-sungguh, insya Allah bisa.
Menulis, ketika sudah tidak lagi menjadi kebiasaan, maka
akan terasa berat dan menjadi beban berkepanjangan. Saya sering mengatakana
bahwa menulis adalah soal kebiasaan, seorang yang rajin menulis maka akan mudah
dalam mengolah kata lalu membentuk pola yang indah. Sebagaimana Zarnuji,
menulis bagi seorag wartawan adalah kewajiban yang ia tak akan bisa hidup
tanpanya.
Berangkat dari hal tersebut, saya mempunyai tugas rutin
setiap harinya. Yakni melahirkan satu tulisan setiap hari. Tidak banyak,
minimal 1 halaman Word dengan font Times New Roman dengan Font
Size 12.
Meski hal ini tak menjadi kewajiban, mengkonsistenkan tugas
mulia ini adalah upaya terbaik saya agar mampu menjadi penulis yang bemroral
kelak. Saya yang bodoh dalam dunia tulis menulis meyakini betul, bahwa saya
laksana air lembut yang menetes ke atas batu, berkerja terus menerus untuk
menghempas bebatuan keras agar tercipta lubang.
Ya Allah, bantu. Berharap dalam keadaan sibuk bagaimanpun
menulis harus tetap dilestarikan. Menulis bukan karena ingin menggalang tepuk
tangan. Masih ada yang lebih mulia dan lebih berharga. Yakni menulis untuk
menggapai ridho Allah Ta’ala.
Ciputat, 13 Agustus 2015
0 komentar:
Posting Komentar