Juli 24, 2015 -
No comments


WRITING IS AMAZING!
Seni menulis adalah kehidupan setelah kehidupan. Manusia
siapa saja, yang tekun menenggelamkan dirinya dalam samudra kepenulisan, maka
ia akan memasuki pagi dalam keadaan tubuh berisi dua nyawa. Ia menjadi kuat dan
kekar. Hari yang datang dihadapinya dengan tidak memikul duka. Guratan senyum
adalah kawan terbaik sepanjang masa. Itu adalah kekuatan kata-kata. Betapa ia
mampu untuk menggugah jiwa, memancal selera kehidupan!
Salah satu penikmat bidang ini adalah sosok fenomenal
bernama Quraish Shihab, alumnus Al-Azhar Mesir, ini begitu menggilai dunia
membaca dan kepenulisan. Sepanjang hidupnya ia padati dengan semangat yang
membara menjajaki dalamnya ilmu pengetahuan yang tertuang dalam kitab-kitab
karya bijak bestari. Dan hebatnya, semua ilmu yang beliau serap mampu ia
curahkan ke dalam karya-karya yang cerdas nan brilian. Ia tidak ingin pintar
sendiri. Ia ingin berbagi kebaikan kepada semesta alam lewat dunia tulis
menulis yang ia geluti. Dan dia ingin menjadi awet muda selamanya, karena
mengutip ungkapan Pramoedya Ananta Toer, bahwa “menulis adalah bekerja untuk
keabadian!”
Bisa dibayangkan, jika pada umur 22 tahun ia mampu
menelurkan karya dalam bahasa Arab berjudul “Al-Khawathir” yang bermakna
“Lintas Pikiran,” dengan tebal 60 halaman. Buku serius ini yang kelak
diterjemahkan oleh Ahamd Al-Attas pada tahun 2005 dengan judul “Logika
Agama; kedudukan Wahyu & Batas-Batas akal dalam Islam.”
Pada umur yang ke 70 tahun diperkirakan beliau telah menulis
sebanyak 24.251 halaman. Angka yang fantastis dan cukup mengejutkan! Dalam
kesibukannya sebagai pendakwah dan birokrat beliau mampu menyisihkan waktunya
kurang lebih 7 jam dalam sehari untuk menceburkan dirinya dalam laut
kepenulisan. Wahai, betapa anggun perilaku beliau! Rasa hormat kepada waktu
serta Istiqomah yang melekat pada diri beliaulah yang membuat namanya kian
harum. Indah dicatat di buku perjalanan sejarah.
Simak pula bagaimana geliat seorang penulis, filosof,
sastrawan berkebangsaan Mesir, Anis Mansour (1925-2011). Penyakit yang
diidapnya adalah Insomnia, ia hanya tidur dalam sehari sebanyak 2 jam saja. Meski
demikian, penghormatannya kepada waktu yang dilimpahkan oleh Tuhan menggubah
penyakit yang ia dera menjadi anugerah, ia begitu produktif dalam menulis. Dalam
sehari mampu menghasilkan 8 hingga 10
tulisan untuk koran atau majalah.
Betapa bungah nya hati mereka yang mencecap manisnya buah
menulis. Menulis yang selain berfungsi sebagai pemenuh syarat perakademikan
juga bisa menjadi pelampiasan rasa yang lahir di benak kita; sedih, gembira,
senang dan duka. Jadi, masalah yang kerap menimpa kita tidak selamanya berarti
musibah. Taruhlah misalnya anda kena masalah, kemudian anda luapkan perasaan
anda ke dalam uraian kata yang disertai penjiwaan, kemudian edit dan rangkai
sedemikian rupa, kirim ke media, mengalirlah pundi-pundi uang ke rekening anda.
Demikian ungkap Ust. Nurcholis Majid, guru Bahasa & Sastra Indonesia di PP.
Al-Amien Prenduan. Sosok yang cukup mengerti lika-liku dunia pena.
Jika redaksi belum tertarik setidaknya itu bisa menjadi
ingatan yang indah untuk dkenang kelak. Menulis mengabadikan peristiwa. Menggambarkan
sosok kita di saat kita tidak lagi berada di dunia. Di saat nyawa yang mendekam
di tubuh kita pergi keluar menyelinap meninggalkan jiwa. Lanjut saya.
Tulisan adalah zat penyambung nyawa. Tulisan adalah ceramah
yang terus bersuara meski sang penceramah sudah berakalang tanah. Tulisan
adalah dakwah yang tiada putus meski yang menyampaikan sudah tenang berbantal
gedebong pisang di perut bumi yang gelap dan pekat. Tulisan adalah sosok yang
mempresentasikan diri kita saat kita meninggalkan dunia ini untuk selamanya. J
J
J
Menulis adalah kemampuan yang bisa dihasilkan karena
kebiasaan. Semakin rajin kita melukis kata di kanvas putih, maka akan semakin
lihai goresan yang kita toreh. Semakin pandai kita membagi waktu,
menggelontorkan waktu untuk menulis, maka semakin lincah kita bermain aksara. Semakin
trengginas kita dalam menghormati konsep ke istiqomah an, semakin tajam dan
terhunus pedang yang kita genggam. Siap melibas pekatnya kehidupan. Sanggup
merobek temaram suasana di persimpangan jalan. Termasuk temaram karena
ketidakbisaan kita merajut tenunan kata-kata indah.
Bergidik hati saya, manakala menyimak tuturan seorang tua
yang meremehkan masa mudanya. Kemudian ia mengandai-andai, seandainya saya
melakukan begini dan begitu dulu......
Jakarta, Kamis 23 Juli 2015. 23:09
0 komentar:
Posting Komentar