Maret 02, 2013 -
Renungan


@57 Peran Hati Dalam Kehidupan Kita
Posisi hati
dalam menetapi tampuk kehidupan kita adalah hal yang terpenting, sebuah organ
yang disinyalir adalah pusat tempat segala kinerja kita bertolak, tempat dimana
baik buruk seseorang dinilai secara mutlak. Jangan sampai kita mengacuhkan hal
ini malah kita menjadi rusak tak terkendali, membiarkan segala apa yang kita
lakukan berlandaskan nafsu birahi semata, karena sesungguhnya orang hebat akan
tercipta lantaran diri mereka mampu dengan lugas menguasai gelinjang hatinya
yang kian bergemuruh.
Hati dalam agama
kita (Islam), merupakan bagian yang penting dalam proses kita untuk menjadi
makhluk yang langgeng dunia dan akhirat, dalam sebuah hadits saja Rasulullah
pernah berujar:
Hati memang
merupakan benda yang amat tersembunyi di dalam tubuh kita, tak ada yang
mengetahui baik-buruk kita yang sesungguhnya kecuali pemilik hati itu sendiri
dan tentunya Allah Sang Pembuat hati itu. Kalau kita menyaksikan orang bisa
tersenyum dengan sumringah, jangan kita lepas prasangka bahwa ada dari mereka
yang hatinya telah hancur berkeping-keping, dengan sangat pintar seorang
manusia bisa saja membohongi mereka sesamanya dengan aura lahiriah yang
terlihat baik dan mantap dipandang.
Hati juga
banyak mengisi relung kosong pembicaraan sastra dunia, dimana banyak karya
tulis atau bahkan seni gambar yang menjelaskan kedalaman dan kemisteriusan
organ kita yang satu ini, menguraikan bahwa masalah hati merupakan masalah yang
sangat kompleks dalam kehidupan kita. Pun telah banyak kata-kata mutiara yang
membahas masalah hati, salah satu yang masyhur adalah sebuah ungkapan “Dalamnya
Lautan masih bisa diukur, tapi dalamnya hati siapa yang tahu?”
Jangan sangka, kedalaman hati
itu rupanya membuat kita makin waswas dengan kualitas dan kuantitasnya, dimana
Rasulullah juga telah menegaskan bahwa di dalam tubuh manusia ada sebongkah
daging yang jika ia baik, maka seluruh organya akan baik, dan sebaliknya jika
ia buruk, maka seluruh jasadnya akan mengikuti geliat buruknya itu.
Dalam banyak perumpamaan hati
manusia yang baru lahir ibarat sebuah kertas putih yang kosong tak ada goresan
tinta sedikitpun, namun seiring perjalanan hidup yang banyak mengundang
maksiat, waktu demi waktu hati kita ibarat sebuah kertas putih polos yang
terkena tetesan tinta berwarna gelap, kalau kita semakin meremehkan kejadian
berikut (menyaksikan kehormatan diri kita direnggut tanpa sebuah perlawanan),
berusaha acuh tak acuh dalam menanggapinya, maka siaplah kita menyesal dengan
penyesalan sedalam-dalamnya ketika kita menyadari hati kita (kertas putih tadi)
telah menjadi hal yang gelap tak terkira, semua hitam tertindih noda, iya kalau
kita masih berharap akan ada cahaya Tuhan yang akan menyirnakan kegelapan itu,
kalau tidak . . . . hendak kemana kita melepas sauh, akan ditaruh dimana wajah
kita ketika datang hari pengadilan itu . . . ?
Mari kita putihkan kembali hati
kita dengan perbaikan-perbaikan moral dan akhlak kita masing-masing, benahi
diri dan raih prestasi setinggi mungkin di mata Ilahi . . .