Desember 27, 2016 -
Intelektual,Resensi
No comments


Sekelumit Kisah Nabi Muhammad Saw oleh Paatje Agus Salim (8 Oktober 1884- 4 November 1954)
“Ia ada setiap kali dibutuhkan: di Volksraad,
ketika sejumlah pribumi merasa sudah menjadi Belanda; di tangsi Pembela Tanah
Air, yang kesulitan menerjemah istilah militer dalam Bahasa Jepang ke Bahasa
Indonesia; di Badan Persiapan Kemerdekaan RI, saat kubu nasionalis dan kubu
Islam nyaris mustahil bersepakat tentang dasar-dasar negara; dalam perundingan
dengan Belanda di Linggarjati, lalu di atas geladak Renville; dalam hampir
setiap masa genting negeri ini, sejak masih berupa embrio hingga pertengahan
1950-an. Indonesia beruntung punya...AGUS SALIM.[1]
***
Di bulan yang sama ketika tulisan ini diturunkan,
Agus Salim, Pahlawan Kemerdekaan RI, genap 62 tahun sudah menghadap sang Pencipta.
Sepak terjangnya dalam membidani kelahiran Republik ini sudah banyak diangkat
oleh banyak peneliti yang berkecimpung di bidangnya. Kesimpulan besarnya adalah
bahwa Agus Salim adalah orang Indonseia yang begitu istimewa. Yang tentu, tak pantas
untuk dilupakan!
Prof. Dr. Ali Mustafa mengatakan, “Sebuah
tulisan akan kekal sepanjang masa walaupun penulisnya terkubur di bawah tanah.”
Demikian Agus Salim, lewat karya-karya yang diwariskannya, kita berusaha
membaca lebih dalam kehidupan beliau. Memahami untuk meneladaninya.
Di antara 22buku yang dilahirkanAgus Salim
serta 12 buku yang diterjemahkan, salah satu buku yang cukup tenar adalah buku berjudul
Pesan-Pesan Islam terbitan Mizan. Buku ini adalah hasil kompilasiyang
digagas oleh Dyon Soenharjo, cucu beliau, terkait materi beliau selama mengajar
di Concell University, Amerika Serikat.
Kali ini kita akan menyinggung sekilas tentangKelahiran
Muhammad & Perjalanan Dagang Ke Suriah pada buku Pesan-Pesan Islam karya
Agus Salim tersebut.[2]
Ada dua pendapat mengenai kelahiran Nabi
Muhammad Saw, ada yang mengatakan bulan 29 Agustus 570 M (Ramadhan, 50 hari
pasca peristiwa Abrahah) ada juga yang mengatakan April 570 M (Rabi’ul Awwal).Pendapat
kedua mengacu pada keserasian tanggal wafat Nabi pada 12 Rabiul Awal, juga
berdasarkan kalkulasi hitung mundur usia Nabi. Keduanya terjadi pada tahun
Gajah, bertepatan dengan tahun ke-40 pemerintahan Khosyrus Annusyirwan. Belum
ada yang pasti benar antara keduanya.
Ada dua hadis yang mengatakan Nabi lahir pada
tahun Gajah.
وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ - رضي الله عنهما - قَالَ: "
وُلِدَ رَسُولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - عَامَ الْفِيلِ[3]
عن قَيْسِ بْنِ مَخْرَمَةَقَالَ: «وُلِدْتُ أَنَا
وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْفِيلِ[4]
Selazimnya adat Arab, Nabi dibawa ke pedalaman
untuk disusui. Keaslian dan kemurnian bahasa pedalaman adalah pertimbangan
utama Nabi dibawa ke pedusunan, tujuannya agar Nabi memiliki tutur yang indah
di kemudian hari. Halimah as-Sa’diyah dari Bani Sa’ad adalah nama perempuan
beruntung yang berkesempatan melakkan tugas mulia itu. Tentu, dengan kisah
perjumpaannya dengan Muhammad yang cukup menarik.
Muhammad tetap berada pada pengasuhan Halimah
hingga beberapa tahun. Sampai pada tahun ke-4, Muhammad dibelah dadanya oleh
Jibril untuk dibersihkan. Didasari kekhawatiran yang sangat bahwa Muhammad
telah dirasuki Iblis, oleh Halimah Muhammad dikembalikan ke Aminah.
Disebutkan pula periwayatan saat Nabi
dilahirkan memancarkan cahaya, dalam cahaya itu bisa dilihat benteng Basra
dekat Damaskus. Serta riwayat mengurai peristiwa dibelahnya dada Nabi Saw.[5]
Agus Salim juga menukil hadis bahwa seluruh utusan Allah pernah menjadi
penggembala Kambing.[6]
Ibunya meninggal saat Muhammad berumur 6 tahun
ketika tengah dalam perjalananpulang menuju kampung halaman. Ibunya wafat di
Abwa. Setelah itu ia diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib. Tatkala kakeknya
menutup nafas, Muhammad tengah berumur 8 tahun. Kemudian ia diasuh oleh
pamannya, Abu Thalib.
Kisah Kematian Abdul Muthallib dan tradisi
meratapi calon mayat dibareng pujian-pujian. Hal ini selaras dengan tradisi
Minang. Hingga lahir aliran kesenian tersendiri. Namun, pasca Perang Padri
1841, bersamaan dengan nyanyian-nyanyian ibadah lain, tradisi ratapan itu sirna
oleh gelombang gerakan paham pembasmi bid’ah.
Belakangan, pasca berdirinya republik, harapan
pelestarian itu muncul lagi.
Kisah perjumpannya dengan Bahira di perjalanan
menuju Basra, Suriah. Mukjizat yang sudah tampak, juga sanggahan Muhammad atas
sumpah demi Latta dan Uzza yang dilontarkan rahib,menguatkan tanda kenabian
Muhammad Saw.Demikian pula peringatan agar menjauhi Yahudi oleh sang rahib.
Soal kenabian Muhammad, kata Salim, telah
diramalkan dalam Injil, namun penyiarannya dianggap kontroversial oleh Voice Of
America.
Pada Perdagangannya Ke Suriah Nabi
menjelaskan kisahnya yang bermain dalam keadaan tanpa cawat, lantas datang
suatu bisikan yang menyuruh Nabi untuk mengenakan kembali pakaiannya. Nabi pun
memakainya. Persoalan ini memiliki hikmah bahwa Islam mengajarkan budi luhur. Islam
menjunjung kehormatan diri.
Pada perang Fijar, meski belum baligh, ia
diizinkan untuk berperang. Bertugas sebagai penjaga kesediaan anak panah.
Persinggungannya dengan Khadijah binti
Khuwailid, dari mitra kerja menjadi mitra berkawan sepanjang hidup, merupakan
satu hal yang romantis.Demi menghindari anggapan umum kaum Arab saat itu,
Khadijah-lah yang kemudian melamar Nabi.Keduanya hidup langgeng selama 27
tahun. Melahirkan 2 putra : al-Qosim dan Abdullah, dan 4 putri : Zainab,
Ruqoya, Umi Kaltsum, dan Fatimah.
Pernyataan seorang rahib bernama Jurjis bahwa
Muhammad adalah Nabi merupakan penegasan bahwa bangsa Nasrani dan Yahudi tengah
menanti kedatangan Nabi. Menunggu kedatangan al-Masih. Hal itu juga yang
terjadi di daerah kelahiran Agus Salim. Menunggu tibanya Ratu Adil, dan
ternyata orangnya adalah Tjokroaminoto, sahabatnya.
Terahkhir adalah ketika Nabi berusia 35 tahun,
soal perselisihan mengenai siapa yang pantas untuk meletakkan hajar aswad ke
ka’bah. Dengan cerdas, beliau menyiasatinya dengan pembawaan batu menggunakan
kain dengan empat sisi, yang kemudian tiap sisinya dipegang oleh orang-orang
yang bertikai tersebut. Demikian pula dengan pemasangan batu tersebut, di
pegang tiap tepi dan dilesakkan ke tempat yang dimaksud secara bersamaan. Hal
ini mengisyaratkan kebijakan Nabi Muhammad Saw dalam memutuskan sebuah perkara.
Demikian sekilas paparan mengenai kelahiran
Rasulullah Saw dan kisah perdagangannya ke Suriah ala Paatje Agus Salim,
sang poliglot yang rela hidup sederhana, jauh dari kaya, lantaran rajin
mengkritisi kolonial Belanda. Meski demikian, beliau tidak lupa bahagia.
AGUS SALIM DAN KAJIAN HADIS
Mengulas pertalian beliau dengan kajian hadis
Nabi Saw, hal ini yang menjadi salah satu topik penting untuk dipanggungkan. Dalam
seri buku Tempo yang mengulas Edisi Bapak Bangsa, tepatnya pada buku berjudul Agus
Salim : Diplomat Jenaka Penopang Republik, disebutkan di sana bahwa “Agus
Salim pernah kehilangan iman dan susah payah merebutnya kembali hingga
menemukan Islam untuk Indonesia: Islam yang tidak terikat adat kebiasaan, tapi
dapat menggerakkan bangsa untuk menentukan nasib sendiri.”[7]
Hal ini terjadi karena sistem pendidikan
kolonial yang, menurut beliau, amat mendiksriminasi masyarakat pribumi dan
berpotensi membuat siswa Hindia Timur semakin menjauhi Islam.Bahkan, dalam satu
kesempatan beliau pernah berkata kepada istrinya, Zainatun Nahar, agar ia
banyak membaca memperkaya wawasan agar kelak mampu menjadi guru yang hebat bagi
anak-anaknya.
Kata-katanya bukan tong kosong, terbukti
kemudian, keseluruh anaknya yang berjumlah 8 orang hanya 1 saja yang mencicipi
pendidikan formal. Ia adalah anak terakhir Agus Salim bernama Mansur Abdur
Rachman Ciddiq yang mencecap pendidikan formal. Itu pun terjadi pada masa
kolonial Belanda sudah raib dari bumi Indonesia. Meski tak mencicpi pendidikan
formal, soal kualitas kecerdasan dan kematangan hasil didikan rumahan ini,
ketujuh saudara Mansur tidak bisa diremehkan.
Kembali kepada bahasan awal, bahwa Agus Salim
pernah digiring menjauh dari imannya lantaran sistem pendidikan Belanda yang ia
cecap itu adalah benar. Namun, agaknya beliau perlu berterima kasih kepada Snouck
Hurgronje, orientalis yang memiliki misi besar menjauhkan siswa Hindia Timur
dari Islam, yang juga guru kesayangan Agus Salim inilah yang ternyata berjasa
mengantarkan beliau ‘merengkuh’ kembali imannya yang sempat tercecer.
Melalui usul Snouck Hurgronje kepada
pemerintah Belanda ia resmi didaulat sebagai amtenar (pegawai
pemerintah) di Konsulat Belanda di Jeddah, Arab Saudi, pada 1906-1911. Sambil
menyelam minum air, di Jeddah ia beguru kepada banyak ulama, mendalami Islam.
Salah satunya adalah paman beliau sendiri yang merupakan ulama terkenal
Indonesia yang juga imam mazhab syafi’i di Masjidil Haram, Ahmad Khatib
al-Minangkabawi (1852-1915)
Pada kesempatan itu, pembelajarannya tentang
Islam digalakkan. Berbekal sikap kritis dan kesenangannya berdiskusi, ia
memeras banyak ilmu dari ulama terkemuka tersebut. Salah satunya adalah bidang
pengetahuan hadis. Hal ini yang merubah pandangan hidupnya kehidupan.
Jika kemudian pada usia senja beliau dikenal
sebagai pengampu mata kuliah Islam Rasional di Concell University, sejauh
terkaan saya, itu adalah kepiawaian beliau menggabung kekayaan materi ketimuran
yang beliau dapat di Arab Saudi yang kemudian dipadu dengan kecanggihan teori
barat yang didapat semasa belajar di sekolah Belanda.
Mengenai kesan beliau mengajar di Amerika,
beliau amat bangga karena Amerika merupakan corong dakwah yang jitu, yang mampu
menjadikan pesan-pesan ke-Islaman lebih mendunia. Lewat ke-adigdaya-annya,
Amerika berpotensi mendulang keberhasilan melayangkan pengetahuan keislaman yang
lebih dibanding negara lain.
Meski seperguruan dengan pendiri organisasi
Muhammadiyyah, KH. Ahmad Dahlan, dan pendiri Nahdlatul Ulama, KH. Hasyim
Asy’ari, Agus Salim memiliki haluan pemikiran yang berbeda. Sebagai contoh
tatkala mereka merespon pemikiran Abduh yang berkembang saat itu. Ketiganya
memilki sikap yang beragam.
Dalam satu laporan Tempo, diwartakan, “Haji
Agus Salim meminta Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy’ari mendidik santri agar tidak
mendewakan guru. Lebih suka berdiskusi ketimbang menggurui.”
Ciputat,
26 November 2016
[1]Tim Tempo, Agus Salim:Diplomat Jenaka Penopang Republik, Jakarta
: Kepustakaan Populer Gramedia, 2016, hal. 159
[2]Pesan-Pesan Islam, hal 43-66
[3] Suhaib Abdul Jabbar, al-Jami’ As-Shohih Lis-Sunan Wal Masanid, jil.
14, hal. 212
[4] Al-Hakim, Mustadrok ala Shahihain, jil. 2, hal. 659. Hakim :
Hadis ini diriwayatkan dengan syarat Muslim
[5] Suhaib Abdul Jabbar, al-Jami’ as-Shahih Lis-Sunan Wal Masanid,jil.
1, hal. 436. Bab Dalalil Nubuwwah SAW qoblal bi’tsah.
[6]Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih
Bukhari, hadis no. 2262
[7] Bunyi cover belakang buku
0 komentar:
Posting Komentar