Agustus 06, 2015 -
Renungan
No comments


Uang dan kebahagian
Kemarin
saya membaca koran harian kompas (02 Agustus 2015), dalam salah satu
rubrik psikologi diurai relasi antara uang dan kebahagiaan. Sejauh mana
uang memberi dampak kebahagiaan bagi jiwa seseorang. Apakah seorang yang tak ber-uang
bisa dipastikan kebahagiaan lenyap dari kehdupannya. Semua dipaparkan dengan
rinci dengan merujuk satu buku karangan orang barat.
Ternyata
dalam realita kehidupan orang kaya, tebalnya uang di kantong terkadang justru menjadi pelenyap kebahagiaan. Khawatir
hilang, padatnya kesibukan yang amat formal, serta kesehatan yang kurang
terkontrol akibat konsumsi makanan yang amat beragam tanpa memperdulikan
kualitas gizi makanan yang dicerna, dan lain sebagainya berpotensi untuk
mengundang keresahan dan kegelisahan dalam hati. Uang yang banyak tak lagi
menjamin kebahagiaan.
Kebijakan
dalam mengatur siklus pengaturan keuangan serta kepandaian merawat kesehatan
adalah beberapa faktor
yang akan membuat manusia meraih kebahagiaan. Karena jika boros dan berlebih-lebihan
sudah menggerogoti pendirian harapan apa lagi yang akan datang, karena jika
kesehatan tidak diperhatikan kebahagiaan apa yang diharapkan? Uang yang
bermilyar-milyar pun tak akan mampu menjadi penawar sakit yang didera tersebut.
Kedua hal
tersebut, mengatur jalan keuangan serta kesehatan dengan professional, memang
benar mampu membantu manusia merengkuh kebahagiaan. Namun, Islam lebih memberi
solusi yang praktis dan teruji melahirkan bukti yang nyata.
Dzikrullah
dan Syukur adalah
dua obat penenang tambahan yang melengkapi saran psikolog Kompas tersebut.
Dzikrullah
yakni senantiasa
mengingat Allah. Bukankah tersurat dalam al-Qur’an juz 13 pertengahan, bahwa
hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang tak keruan. Ketenangan yang
klimaks dan optimal. Tips ini datang dari Allah sang pencipta manusia. Zat yang
bukan hanya mengerti tentang keadaan jiwa manusia, melainkan Dia-lah yang
menciptakan jiwa dengan segala kerahasiaannya yang banyak tidak diketahui
manusia.
Syukur berarti selalu menikmati nikmat
yang Allah limpahkan. Baik banyak ataupun sedikit, rizki yang kita terima harus
kita syukuri agar diri ini merasa menjadi orang terkaya sedunia! Jika pandai
bersyukur sudah melekat dalam diri kita, kekayaan mana lagi yang lebih waah
darinya?
Maka,
nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan?
Jakarta.
Senin 03 Agustus 2015. 11:50
0 komentar:
Posting Komentar