Maret 17, 2015 -
No comments
Selasa, 17 Maret 2015
السلام عليكم ورحمة الله وبركا ته
Selasa, 17 Maret 2015, hari yang
cerah dan insya Allah penuh berkah.
Setidaknya ada 3 hal yang ingin
kusampaikan lewat tulisan, terinspirasi dari beberapa renungan dalam sehari
ini.
Pertama adalah bahwa aku
merasa kagum atas apa yang telah ku lakukan, yakni terkait target harian yang
kubuat beberapa hari lalu, dan alhamdulillah, setidaknya sudah 3 hari
aku selalu bisa memenuhinya, meski tidak optimal.
Dan aku tidak mampu mengatakan
bahwa semua yang bisa kulakukan itu atas kerja keras dan perjuangan yang tak
kenal henti, tidak. Karena nyatanya, meski mayoritas target bisa kupenuhi,
namun, masih ada yang ternyata belum bisa ku tuntaskan.
Ini semua lantaran aku yang
terkadang lengah dan terbuai hilang fokus atas target yang telah ditetapkan,
apa yang seharusnya tidak menjadi pusat perhatian, malah menjadi sesuatu yang
melena jiwa, sehingga buta lah kepekaan!
Aku membuat catatan pribadi
tentang target harian yang harus dipenuhi. Kubuat catatan itu kalau tidak malam
sebelumnya, maka pada pagi hari itu baru aku buat. Kubuat dengan rinci, agar
kerja dan usaha mnejadi jelas, tidak mengambang. Lalu pada malam hari, aku dan
diriku sendiri melakukan beberapa evaluasi, apakah target telah terpenuhi? Dan apakah
yang perlu diperbaiki sehingga itu menjadi bahan evaluasi di kemudian hari?
Aku berembuk dengan jiwa dan
hati, bertanya kepada mereka, apakah hasilnya baik apa buruk. Jika bagus maka
aku bersyukur kepada Yang Maha Kuasa karena telah memberi daya. Jika memang
hasil nya buruk, maka aku menyesal dan sedikit berdo’a, semoga besok bisa
berjalan lebih sempurna!
Kedua. Dunia tulis menulis
saat ini berkembang amat pesat. Semua manusia menulis, membubuhkan idenya di
atas kertas, lalu dibaca dan dipelajari oleh orang banyak, maka manfaat ilmu
pun kian meluas. Diantara hal yang harus dikuasai oleh penulis modern saat ini,
serta agar mendapat julukan keren dan berwibawa, maka dibutuhkan semacam
pengayaan kosa-kata ilmiah dalam tulisan.
Berlandaskan hal tersebut, dan
merasa bahwa aku masih sangat minim, karena ternyata selain aku sedikit membaca
tulisan yang sarat dengan kata-kata ilmiah, aku belakangan ini terlalu
tenggelam dalam naskah-naskah Arab yang jelas tak akan mampu mndukung pengayaan
khazanah kata-kata ilmiah. Maka, kini aku mulai menyelami lembaran-lembaran
yang bakal mengajariku perihal penguasaan bahsa ilmiah tersebut, dan, entah
mengapa aku memilih buku Emha Ainun Nadjib.
Menurut hematku, ketika awal membaca
buku Cak Nun (sapaan Emha), maka kuadapati sesuatu yang berbeda dari yang lain.
Selain karena dia adalah seorang muslim, dia juga seorang seniman dan budayawan
yang amat mengerti gelagat dan bunyi sosial masyarakat.
Meski beliau bukanlah seorang
ulama yang pakar dalam semua bidang-bidang Islam, namun apa yang beliau
sampaikan lewat karya-karyanya itu begitu sejuk dan nyampe. Itu karena
beliau telah meramu semua keahlian yang ada dalam dirinya menjadi satu, beliau
muslim yang taat, penulis ulung, dan seniman!
Maka, karya beliau, menurutku,
menciptakan daya tarik tersendiri. Beliau berusaha membunyikan teks-teks agama
yang diam dengan bahasa yang amat mudah dimengerti dan dipahami, dengan ilmu
kebudayaan dan jiwa seniman yang melekat dalam dirinya, menjadikan pesan ilahi
sampai kepada hati pembaca dengan tepat.
Dan pula, yang membuat saya
tertarik, yakni kitab-kitab beliau kaya dengan bahasa ilmiahnya, serta padat
akan istilah-istilah nyeleneh yang beliau ubat sendiri, yang terkadang lucu
namun tetap tak menghilangkan ke-masukakal-annya.
Maka, atas dasar ini, saya sigap
menggarisbawahi setiap kata-kata ilmiah yang belum saya mengerti, serta
beberapa penggalamn kalimat beliau yang dirasa menarik dan rugi jika ditinggal
begitu saja. Saya belajar darinya, dan semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.
Ketiga. Dalam tulisan
Emha, ada deskripsi tentang nasib NENEK-KAKEK di Amerika. Berbeda dengan
Indonesia, orang2 jompo disana adalah makhluk2 kesepian, yang kerabat dan
cucunya tidak lagi perhatian, dibiarkannya berjalan sendirian bergantung kepada
tongkat dan jalan menyusuri jalan sambil terbunguk dan sempoyongan.
Maka dengan demikian, orang-tua
disana untung-untungan. Jika ia punya anak dan cucu yang baik, maka tenanglah
hidupnya, namun jika tidak, yah,,, nestapa. Dan, beda perhitungannya jika sang
orang tua memang sudah jauh-jauh hari mempersiapkannya, masa muda ia gunakan
dengan kerja keras mempersiapkan hari senja, yang telah mereka maklumi, masa
senja adalah masa dimana anak dan cucu tidak lagi menghiraukan dirinya, maka ia
berjuang memperbaiki masa depan dengan pemanfaatan waktu muda dengan
sebaik-baiknya.
Hikmah yang ingin kuambil disini
adalah tentang betapa nestapanya hidup orang tua jika ia tak mempersiapkan
jauh-jauh hari bekal masa depannya. Terlepas dari anak-cucu kita, yang pasti
bakal membantu masa senja kita (itu kalau kita mendidik mereka dengan baik dan
memberi pemahaman agama yang mendalam), kiranya juga penting untuk mempercantik
jalan masa depan.
Kalau kita memasuki masa tua
dengan karier yang bagus, kaya, dan disegani serta dihormarti banyak pihak. Bukankah
itu lebih baik dari sekdar menjadi tua namun tak ada karya, prestasi maupun
penghormatan dari lingkungan di sekitar kita?
Dan, untuk mendaptkan itu semua,
dibutuhkan perjuangan yang nyata sejak masa belia! J
Semangat!
Selasa Maghrib, 17 Maret 2015.
Asrama Darus-Sunnah, kamar 4.
السلام عليكم ورحمة الله وبركا ته
0 komentar:
Posting Komentar