Catatan Ja'far Tamam

Dalam susunan kalimat yang dimuat al-Qur’an terdapat unsur-unsur balaghi yang kental. Ada kata-kata yang sama namun bermakna berbeda, karena konteks yang membelakanginya. Sebagaimana bedanya takbir yang dilantunkan oleh imam istiqlal dan yang digaungkan oleh Bung Tomo.

Sama halnya dengan kalimat aroayta. Imam Raghib menandaskan bahwa kalimat ini mengandung peringatan. Imam Fakhrurozi mengatakan, bahwa ia memiliki esensi sebagai ungkapan rasa takjub dan heran. Muhammad Abduh senada dengan Imam Raghib yang menuturkan bahwa penggalan ayat ini bermakna peringatan kepadaa mereka yang senantiasa melalaikan syariat yang Tuhan bawakan, yakni khususnya terkait perkaraperkara yang disbutkan dalam surat al-Ma’un.

Menganjurkan orang lain untuk memberi makan orang miskin, menganjurkan orang lain agar berbuat kebaikan, tidak cukup hanya dengan lisan. Melainkan harus dengan aksi dan gerakan yang berarti. Camkan! Itu akan lebih mengesankan dan menggerakkan perasaan! Demikian pendapat Aisyah bintu Syathi saat menafsirkan bunyi wala yahuddu ala tho’amil miskin pada surat al-Ma’un.

Di dalam harta yang kita miliki terdapat hak orang-orang miskin yang harus kita berikan kepada mereka. Wa Fi Amwalihim Haqqun Ma’lum Lissa’ili wal Mahrum. Saat kita membantu orang miskin jangan dikira bahwa kita telah membantu dia dengan memberikan sebagian harta kita, akan tetapi itu memang hak mereka untuk mengambil harta yang kebetulan ada pada kita.

Yang dimaksud dengan an solatihim sahun adalah lalai dari shalat, bukan dalam shalat. Imam at-Thabari saat menafsirkan ayat ini berpendapat bahw yang dimaksud lalai dari shalat adlah mereka yang menunda-nunda untuk melakukan shalat sehingga kehabisan waktu shalat. Sedang dalam shalat, maka untuk mewujudkannya adalah perkara yang amat sukar dilakukan.

Sebagaimana diuraikan oleh Ust. Ubaidi Hasbillah dalam mata kuliah Membaca Kitab Tafsir di PTIQ Jakarta, 21 September 2015